Seni Budaya

Upacara Adat Merti Panggung Krapyak yang Pertama Kali

Oleh

pada

Tiga titik sumbu filosofis Yogyakarta, meliputi bangunan Panggung Krpayak di sisi selatan, Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat di tengah dan Tugu Pal Putih (semula Tugu Golonggilig) di sebelah utara,  merupakan warisan budaya dari  Hamengku Buwono I.  Pembangunan kota Yogyakarta yang dirancang oleh Hamengku Buwono I, dengan landasan filosofi yang sangat  tinggi. Konsep Sumbu Filosofis Yogyakarta adalah Sangkan Paraning Dumadi. Dan bila  dijabarkan lebih lanjut menjadi dua kalimat yaitu sangkaning dumadi dan paraning dumadi.

Konsep Sangkaning dumadi menggambarkan perjalanan manusia pertama kali bertemu dengan Gusti Allah. Dimulai dari sejak manuasia masih berada dalam rahim ibu. Karena bangunan Panggung Krapyak yang berbentuk yoni, sebagai  simbolisasi alat vital wanita. Pada  sumbu filosofi selatan inilah, menggambarkan asal muasal manusia, sejak janin masih berumur 1 bulan  hingga lahir setelah berumur 9 bulan lebih. Kemudian beranjak tumbuh menjadi anak, remaja, dewasa hingga siap untuk menikah.

Sedangkan konsep paraning dumadi, menggambarkan perjalanan hidup manusia setelah menikah, mengarungi bahtera rumah tangga dengan segala cobaan hidup berupa harta, wanita dan tahta, untuk menuju jalan kemuliaan dan jalan keutamaan dengan selalu berbekal nur iIlahi , hingga bertemu kembali menghadap Sang Khaliq.

Saat ini konsep sumbu filosofis Yogyakarta, sedang diajukan kepada UNESCO sebagai warisan budaya dunia, sebagai salah satu konsep tata ruang kota yang kaya akan atribut yang memiliki nilai universal yang luar biasa. Panggung Krapyak yang terletak di Padukuhan Krapyak Kulon Kalurahan Panggungharjo, menjadi salah satu titik dari sumbu filosofis. Oleh karena itu, diperlukan dukungan dari semua stake holder  yang berada di sekitar Panggung Krapyak ini berada, untuk mensosialisasikan keberadaan Panggung Krapyak sebagai bangunan bersejarah tersebut, dan sebisa mungkin upaya warga masyarakat untuk memelihara, merawat, melestarikan dan mengembangkan warisan budaya tersebut menjadi sebuah destinasi wisata yang unik dan syarat dengan nilai-nilai budaya lokal.

Salah satu bentuk dukungan Pemerintah Kalurahan dan masyarakat Panggungharjo terhadap sumbu filosofis Yogyakarata adalah dengan mengadakan Festival Panggung Krapyak 2022 dengan tajuk Merti Panggung Krapyak 2022. Merti Panggung Krapyak merupakan bentuk upacara adat yang baru pertama kalinya dilakukan,  yang tentu saja belum pernah ada referensi ataupun panduannya. Merti Panggung Krapyak merupakan proses kreatif budaya dengan sebisa mungkin mengumpulkan pengetahuan lokal yang selama ini masih berserakan dan tidak terdokumentasikan dengan baik. Dengan bekal literasi lokal inilah, panitia Festival Panggung Krapyak  2022 mencoba menemu kenali sendiri praktik-praktik baik dan tradisi-tradisi lokal yang masih dapat dimunculkan kembali melalui upacara adat Merti Panggung Krapyak.

Merti sendiri sering diartikan sebagai bersih desa dan ungkapan rasa syukur kepada Gusti Allah atas segala limpahan nikmat yang telah diberikan_Nya kepada manusia. Upacara Adat Merti Panggung Krapyak 2022 secara lengkap terdiri dari pembukaan, menyanyikan lagu Indoensia Raya, performance tari klasik Pudyastuti, sambutan ketua panitia, dilanjutkan acara inti yaitu kirab budaya, yang di dahului dengan upacara dumadining jalma. Kemudian semua peserta kirab yang tediri dari barisan Bregodo Wiratamtama. Disusul barisan paling depan setelah Bregodo adalah Lurah Panggungharjo, yang didampingi pembawa tombak, payung, pembawa naskah sabdatama dan pembawa vendel logo Pemerintah Kalurahan. Di belakangnya adalah barisan pembawa rampe simbolik ngabor-abori (janin berumur 1 bulan), ngapat (janin beruur 4 bulan,  mitoni (bayi berumur 7 bulan) dan nyangani (bayi berumur 9 bulan serta brokohan (bayi lahir ke dunia).

Urutan berikutnya adalah barisan pamong Kalurahan dan Bamuskal Panggungharjo. Dibelakangnya adalah barisan pembawa uba rampe lengkap mulai dari ngbor-abori (janin berusia 1 bulan), ngloroni (janin berusia 2 bulan), neloni (janin berusia 3 bulan), ngapati (janin berusia 4 bulan), nglimani (janin  berusia 5 bulan), ngenemi (janin berusia 6 bulan), mitoni  (bayi berusia 7 bulan) dan woluni ( bayi berusia 8 bulan), dan nyangani (bayi berusia 9 bulan), semuanya berjalan dari eks-RS Patmasuri berjalan dari selatan ke utara menuju Panggung Krapyak.

Sesampainya di selatan Panggung Krpyak persis, lalu dilanjutkan  upacara ubeng nawa. Pertama barisan lurah, beseta pendamping pembawa tombak, payung, sabda tama dan vendel Kalurahan, pembawa uba rampe simbolk ngabor-abori (janin usia 1 bulan), ngapati (janin usia 4 bulan), mitoni (bayi usia 7 bulan )dan nyangani (bayi usia 9 bulan), pembawa uba rampe lengkap dari 1 -9 bulan, berjalan mengelilingi Panggung Krapyak sampai 9 kali.

Selanjutnya adalah  barisan kirab yang dipimpin oleh Lurah Panggungharjo mengelilingi hingga 9 kali, kemudian Lurah Panggungharjo berjalan menuju panggung utama untuk membacakan sabdatama. Setelah sabdatama selesai dibacakan, kemudian dilanjutkan dengan upacara Pranama Gedhong yang dilakukan oleh Lurah Desa didampingi oleh juru kunci Panggung Krapyak untuk memberikan kembang setaman yang diletakkan persis di tengah-tengah bangunan Panggung Krapyak lantai pertama.

Adapun uba rampe yang dipersiapkan adalah sebagai berikut lengkap dengan maknanya. Uba rampe pertama adalah jenang pethak. Hal ini menandakan bhawa ketika janin memasuki usia 1 bulan masih belum berujud masih dalam bentuk cairan bening. Ubarampe kedua adalah jenag sumsung. Hal ini menandakan bahwa ketka janin memasuki usia 2 bulan sudah mulai ada warna semburat. Uba rampe ketiga adalah sega punar (nasi kuning). Hal ini menandakan ketika bayi memasuki usia 3 bulan sudah mulai berujud padat. Uba rampe keempat adalah gudeg dan kupat. Hal ini menandakan bahwa ketika bayi memasuki usia 4 bulan sudah semakin padat.

Uba rampe kelima adalah tumpeng megana. Megana berasal dari kata merga ana. Ube rampenya terdiri dari nasi putih, telur, trasi, bawang merah, lombok, kacang panjang dan gudangan pisah. Hal ini menandakan bahwa ketika bayi memasuki usia 5 bulan sudah mulai berujud lengkap.Uba rampe keenam adlah apem contong yaitu apem yang dibuat lancip. Hal ini menandakan bahwa ketika bayi memasuki usia 6 bulan bayi sudah kelihatan tumbuh kemerahan (bayi sudah berbentuk daging). Uba rampe ketujuh adalah tumpeng cacahe pitu di tambah uba rampe 1-9 bulan. Hal ini menandakan bahwa ketika memasuki 7 bulan bayi sudah memiliki anggotan tubuh yang sempurna.

Khusus untuk anak pertama ketika bayi memasuki usia 7 bulan uba rampenya adalah kelapa gading yang digambari tokoh wayang seperti Rama dan Sinta. Tradisinya dinamakan tingkeban. Uba rampe kedelapan adalah jajanan klepon dan sepasang kue serabi. Hal iini menandakan bahwa ketika bayi memasuki usia 8 bulan mendekati persiapan kelahiran. Jajan klepon dan sepasang kue serbi ini, menurut orang Jawa ibarat bulus angkrem, artinya telur bulus yang sedang dierami induknya  siap menetas.Uba rampe kesembilan adalah jenang plocot, waluh dan kupat sumpel.  Jenang plocot adalah varian dari jenang yang dicampuri pisang.

Sedangkan kupat sumpel adalah kupat yang diiris kemudian tengah-tengahnya dimasuki abon. Hal ini menandakan bahwa ketika bayi memasuki usia 9 sudah siap untuk lahir ke dunia. Kupat sumpel menggambarkan bahwa jalan keluarnya bayi siap karena bayi akan segera lahir. Waluh mempunyai makna supaya ari-ari bayi kuat dan ketika bayi lahir ke dunia bayinya tidak terluka. Uba rampe yang terakhir adalah nasi ambengan, terdiri dari dari nasi, sayur, peyek, sambal goreng, tempe, bihun, sayur menir, dan pecel ayam. Dan uba rampe brokohan berupa telur mentah, gula jawa selirang, setengah buah kelapa, dawet dan kembang brokohan yaitu mawar, melati dan kantil. Hal ini menandakan jika ketika usia bayi memasuki 9 bulan atau lebih, bayi siap dilahirkan ke dunia. Upacara adat Merti Panggung Krapyak diakhiri dengan piyuwunan (permohonan doa) yang dipimpin oleh Kaum Rois (Mbah Kaum) dari Krapyak Kulon.

Setelah acara pinuwuyunan sudah seleai, kemudian dilanjut dengan performance panembrama yaitu dari seluruh peserta lomba macapat sumbu filosofi yang akan dipimpin oleh Romo  KMT. Praja Swasana (JNT).

Tentang Junaedi

Penulis esai. Penulis Buku Cuitan Wong Ndeso. Bekerja sebagai staf PSID, yang membawahi PCL.

Baca Juga

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

X