Kebencanaan

True Story Relawan Covid-19 dari Panggungharjo

Oleh

pada

Nama saya Wawan Guritno, asli saya Purworejo, Jawa Tengah. Sejak saya menikah dengan anak seorang Dukuh dari Padukuhan Jaranan, sejak saat itu juga saya menetap dan berdomisili di Padukuhan Jaranan, Kalurahan Panggungharjo, Kapanewon Sewon, Kabupaten Bantul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Sebagai menantu seorang Dukuh, maka secara otomatis hidup dan kehidupan saya, sangat erat kaitannya dengan persoalan sosial kemasyarakatan. Walaupun mertua saya tidak menjabat Dukuh lagi setelah purna dari jabatannya, tetapi untuk urusan sosial kemasyarakatan tetap jalan terus dan berlanjut sampai sekarang.

Cerita ini saya mulai ketika merebaknya pandemi Covid-19, sampai ke wilayah Kalurahan Panggungharjo, Kapanewon Sewon, Kabupaten Bantul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Di bulan Juli 2021, di Kalurahan Panggungharjo ada rekrutmen relawan Covid-19 melalui Forum Pengurangan Resiko Bencana (FPRB) Kalurahan Panggungharjo. Seperti kita ketahui bersama bahwa FPRB merupakan suatu organisasi yang mempunyai tugas dan fungsi untuk memberikan pedoman, pengarahan terhadap usaha penanggulangan bencana yang mencakup bencana, penanganan tanggap darurat, rehabilitasi dan rekonstruksi secara adil dan setara.

Maka begitu mendengar ada rekrutmen relawan Covid-19 saya langsung saja mendaftar dan bergabung bersama relawan-relawan dari Padukuhan lain di wilayah Kalurahan Panggungharjo. Kebetulan saya lulusan sekolah kesehatan, dalam situasi dan kondisi tidak menentu seperti, yakni benacana kemanusiaan dan perlu penanganan tanggap darurat bencana ini, saya mulai mengikuti kegiatan  menjadi relawan Covid-19 di Kalurahan Panggungharjo melalui FPRB Panggungharjo.  Dan pada bulan Agustus adalah puncak dari pandemi Covid-19  gelombang 2 yang sangat ganas dan mengerikan karena hampir setiap hari ada korban meninggal dunia di wilayah Kalurahan Panggungharjo, Kapanewon Sewon, Kabupaten Bantul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

Pada bulan Juli 2021, saya diberi mandat oleh FPRB  menjadi tim medis-sesuai dengan disiplin yang pernah saya pelajari ketika semasa kuliah dahulu-di shelter wilayah Puskesmas Sewon 1 dan 2 yang memiliki 4 wilayah desa yaitu Panggungharjo, Pendowoharjo, Timbulharjo dan Bangunharjo.  Pada bulan Juli 2021 di shelter Tanggon-tempat karatina pasien yang terpapar positif Covid-19-di bawah Pemerintah Kapanewon Sewon. Waktu itu sudah terisi kurang lebih 30 pasien Covid dari 4 Desa se-Kapanewon Sewon, rutinitas saya sebagai tim medis adalah setiap pagi kami mengupdate Tanda-Tanda Vital (TTV) ke setiap pasien di shelter Tanggon yang kami mulai pukul 07.00-09.00 WIB  dan dilanjutkan dengan acara santai di ruang masing-masing sambil menunggu makan siang yang sudah di sediakan  dari Dinas Sosial Kabupaten  Bantul.

Di shelter Tanggon saya berbagi tugas dengan tim medis lain menjadi 3 shift, dalam melaksanakan tugas ini saya dibantu oleh teman-teman relawan Covid-19 lainnya dibawah bendera FPRB Kalurahan Panggungharjo.  Pada suatu hari ada sebuah cerita dari shelter Tanggon, di mana  situasi dan kondisi  sore itu  sangat genting.  Ada panggilan darurat lewat telephon operator kami yaitu warga Timbulharjo yang terpapar Covid-19  yang masih berada di rumahnya, waktu itu pasien dengan tensi 100/79, suhu 37.3C, SPO2 85 dengan kondisi saat itu badan lemas dan disertai sesak nafas.

Tim kami langsung membawa pasien ke dalam mobil ambulance untuk kami bawa ke rumah sakit.  Setibanya kami sampai di rumah sakit rujukan Covid-19  pasien kami langsung di tolak dengan alasan sudah tidak tersedia kamar untuk pasien Covid-19. Tim kami langsung bergegas mencari rumah sakit rujukan Covdi-19 yang bisa menampung pasien kami, alhamdulilah setelah kita muter-muter sampai 4 jam lamanya kami  berhasil membawa pasien tersebut ke rumah sakit rujukan Covid-19 dan selanjutnya dapat ditangani langsung oleh tim medis  rumah sakit rujukan Covid-19 secara berkala.

Setelah kami memastikan bahwa pasien kami sudah mendapatkan perawatan dari rumah sakit rujukan Covid-19 yang mau menerimanya setelah selama sekitar 4 jam kami muter-muter ke sana kemari, akhirnya kami dapat beristirahat sejenak di ruang tim medis shelter Tanggon Kapanewon Sewon. Sejenak kami dapat melepaskan segala penat dan  sekedar mengeringkan cucuran keringat setelah memakai hazmat yang kurang lebih hampir 5 jam. Setelah saya melepaskan baju hazmat seraya dapat menghela hembusan angin malam lalu saya pulang karena jadwal piket shift saya sebagai  tim medis berakhir.

Tetapi bukannya pulang ke rumah saya, tetapi malam hari itu juga saya harus bergabung dengan tim relawan Covid-19  FPRB Kalurahan Panggungharjo. Berbeda dengan kegiatan saya sewaktu di shelter Tanggon, malam itu saya harus membantu bersama tim kubur cepat melakukan penguburan pasien Covid-19  di wilayah Kalurahan Panggungharjo. Demikian sedikit cerita yang dapat saya ceritakan,  hampir setiap hari saya bergabung dengan para relawan FPRB Kalurahan Panggungharjo, Kapanewon Sewon, Kabupaten Bantul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta untuk melakukan kegiatan penguburan cepat  terhadap jenazah yang terpapar positif Covid-19.

Ada cerita mistis selama saya bergabung dengan tim kubur cepat FPRB Kalurahan Panggungharjo. Pernah suatu kali ketika menguburkan jenazah positif Covid-19, ketika jenazah sudah dimasukkan ke liang lahat, pada saat salah satu tim kami meengumandangkan adzan ada salah satu tim kubur cepat ada yang keurupan. Dan ketika salah satu dari tim kami selesai mengumandangkan iqomah, salah satu tim kami yang kesurupan sadar kembali.

Hari demi hari saya lalui bersama teim medis shelter Tanggon Kapanewon Sewon dan para relawan FPRB Kalurahan Panggungharjo, pada  bulan Juli-Agustus 2021 yang setiap hari bergelut dengan virus Covid-19.  Pada  bulan Agustus 2021 sekitar tanggal 15 Agustsus 2021,  saya dipanggil oleh pihak  Puskesmas Sewon 2 untuk menjadi tracer Covid-19  BNPB dengan wilayah Kalurahan Panggungharjo.

Sejak bulan Agustus 202,  saya mulai fokus di tracer  Covid- 19 BNPB untuk mendata pasien Covid-19  beserta kontak erat. Melalui kegiatan tracer Covid-19 BNPB ini, saya dapat belajar banyak dan menimba ilmu lagi seperti menginagtkan kembali disiplin imu kesehatan yang pernah saya ketahui melalui kampus kini saya kembali memperoleh kesempatan yang baik untuk memahami karakteristik dari pasien beserta keluarganya yang kadangkala mempersilahkan saya untuk mentracing keluarganya tetapi ada juga yang tetutup tidak mau saya tracing untuk kontak eratnya.

Menurut saya ada berbagai macam alasan mengapa pasien dan keluarganya tidak mau saya tracing. Pertama, mereka merasa malu terhadap tetangganya  jika saya tracing akibatnya mereka tidak mau saya tracing. Kedua, mereka merasa takut dikucilkan oleh tetangganya jika saya tracing sehingga akhirnya mereka tidak mau saya tracing.

Pada bulan September 2021 pandemi Covid-19 sudah mulai agak melandai di wilayah Kalurahan Panggungharjo, Kapanewon Sewon, Kabupaten Bantul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, dan pada saat itu juga Pemerintah Pusat sedang gencar-gencarnya mensosialisasikan program vaksin untuk semua warga Indonesia. Seiring  situasi dan kondisi  melandainya pandemi Covid-19  di wilayah Puskesmas Sewon 2 khususnya  untuk wilayah Kalurahan Panggungharjo, saya diminta untuk ikut membantu tim vaksinasi Puskesmas Sewon 2 dengan  targetnya pada  bulan Desember semua warga masyarakat di 14 Padukuhan, 119 RT di wilayah Kalurahan Panggungharjo sudah sudah vaksin dosis 2. Seiring berjalannya  waktu demi waktu dunia pervaksinan  untuk semua warga Kalurahan Panggungharjo sampai bulan Oktober 2021 hampir  mencapai 80% sudah vaksin dosis 2 (JNT).

Referensi :

Wawan Guritno, S.Kep (Relawan Covid-19 BNPB, FPRB Panggungharjo).

Tentang Junaedi

Penulis esai. Penulis Buku Cuitan Wong Ndeso. Bekerja sebagai staf PSID, yang membawahi PCL.

Baca Juga

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

X