SEJARAH KAMPUNG

Sejarah Pandes Bermula dari Silsilah Majapahit

Oleh

pada

Mempelajari sejarah Pandes, tidak bisa lepas dari fakta sejarah berupa nama-nama cikal bakal masing-masing kampung yang dibuktikan dengan beberapa makam yang berada di Pandes. Secara geografis Padukuhan Pandes meliputi empat kampung yang terdiri dari Kampung Sompokan, Kampung Pandes, Kampung Keplayu dan Kampung Tegal.

Secara bahasa Pandes berarti papan kang  nandes sakabehing laku, artinya adalah tempat yang paling berkesan hingga sampai ke hati dari perjalanan hidup manusia. Untuk lebih detailnya saya tuliskan menjadi sub-sub judul sejarah Pandes.

Sejarah  Kampung Sompokan

Sejarah Pandes tertua adalah Kampung Sompokan. Nama Kampung ini diambil dari nama seorang yang telah berjasa dalam babad alas sampai membangun kampung ini hingga sampai terkenal ke seluruh Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dengan aneka karya kriyanya.

Pada zaman dahulu, Pandes berupa alas mentaok (hutan belantara). Bertepatan dengan hal itu, datanglah seorang perempuan yang menyamar menjadi warga biasa yang berbaur dengan warga kanan kirinya, selanjutnya bersepakat untuk babad alas (membuka hutan) menjadi tempat hunian atau pemukiman.

Karena kepandaian dan keahlian yang dimiliki oleh perempuan winasis (serba bisa) tersebut maka perempuan winasis tersebut memulai  mengajarkan kepada warga sekitar tentang apa saja yang diinginkan oleh warga, mulai dari bertani, bercocok tanam, termasuk dengan memperkenalkan dengan beraneka macam kriya yang berbentuk permainan tradisional anak atau biasa disebut dolanan anak.

Konon ceritanya, bahwa perempuan winasis tersebut bernama Dewi Somoak, yang berarti dewi kasih sayang. Ternyata Dewi Somoak adalah salah satu putri Majapahit keturunan dari Raja Brawijaya V. Pada waktu Majapahit ditaklukkan oleh Kerajaan Islam, Dewi Somoak disuruh memeluk agama islam. Sebagai Penganut kejawen tulen,  Dewi Somoak tidak mau mengikuti agama baru tersebut dan memilih lari dari kerajaan Majapahit yang akhirnya sampai ke hutan belantara. Sesampainya di Pandes Dewi Somoak akhirnya menyamar menjadi orang biasa.

Bersama warga Pandes yang dulunya masih merupakan  hutan belantara, Dewi Somoak memutuskan menetap dan babat alas menjadi perkampungan. Oleh warga Pandes Dewi Somoak dipanggil dengan sebutan Dewi Sompok. Hingga meninggal dunia Dewi Sompok menetep dan hidup di kampung ini.  Sepeninggal Dewi Sompok,  Kampung ini dinamakan Kampung Sompokan. Dan masyarakat meyakini bahwa cikal bakal Kampung Sompokan adalah Nyai Sompok.

Selang beberapa tahun lamanya pada tahun 1877, Simbah Kramadirana sebagai tuan rumah yang  menemukan makam Nyai Sompok pertama kali di sekitar pekarangan rumahnya. Dari keterangan yang tertulis dengan rapi tercatat ada beberapa nama orang yang merupakan cikal bakal penerus perjuangan Nyai Sompok, antara lain Bekel Jobisma, Mbah Kramadrana, Kyai Trunapawira, Kyai Kertadikrama, Nyai Kertadikrama, Kyai Jantana, Kyai Kertadikrama, dan Mbah Wana.

Dari beberapa nama leluhur tersebut yang merupakan pengikut setia Nyai Sompok adalah Bekel Jobisma. Gelar bekel tersebut diperolehnya letika menjadi abdi dalem kerajaan Mataram. Salah satu sejarah kriya yang merupakan warisan Nyai Sompok adalah wayang tanpa pola. Termasuk saya, adalah yang masih menekuni karya wayang tanpa pola ini. Saya mendapat pelajaran kriya wayang pola ini, dari simbah  saya yang bernama simbah Pawiradinama.

Bahkan menurut cerita, ketika simbah Pawiradinama sedang menggunting sering ditunggu oleh Sri Sultan Hamengku Buwono  (HB IIX dan  HB IX) yang menyamar menjadi orang biasa. Ketika Sri Sultan Hamengku Buwono (HB IIX dan  HB IX) meninggalkan simbah yang sedang asyik menggunting wayang tanpa pola, baru tahu kalau tadi yang menunggui simbah adalah Raja Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat.

Secara geografis Kampung Sompokan berdekatan dengan Kampung Pelem Sewu Tempel, dan makam cikal bakalnya juga berjejeran dengan makam Sompokan.  Adapun nama cikal bakal Pelem Sewu Tempel adalah Mbah Nur Yanggena. Menurut  cerita Mbah Nur Yanggena berasal dari Widoro Candran. Konon, mbah cikal bakal Pelem Sewu Tempel ini  berprofesi sebagai seorang petani biasa.

Sejarah Kampung Pandes

Selain Kampung Sompokan, sejarah selanjutnya adalah Kampung Pandes. Setahu saya cikal bakal kampung Pandes adalah Mbah Mangunreja. Di makam Pandes terdapat makam Lurah Jetis Pertama, disamping makam cikal bakal Pandes. Ada juga beberapa makam para leluhur lainnya seperti Mbah Kyai Pawirareja, Mbah Kerta Prawira, Mbah Kyai Pawirowiharja, Kyai Munihi, Nyai Munihi, Kyai Karta Permana (ahli nujum dari Sala Jawa Tengah, pada masa Paku Buwono (PB X), Mbah Tir, Mbah Ranarejo (leluhur dari Wahyudi Anggoro Hadi, Lurah Panggungharjo), Kyai Mulyo Sadat.

Kyai Mulyo Sadat merupakan kaum rois Pandes Pertama, dan merupakan penyebar agama Islam pertama di wilayah Pandes.

Sejarah Kampung Keplayu

Selain Kampung Sompokan dan Kampung Pandes, sejarah selanjutnya adalah  Kampung Keplayu. Sesuai dengan namanya dahulu terdapat sebuah pohon Klayu, di dekat Masjid Nurul Huda Pandes. Adapun silsilah cikal bakalnya  adalah Mbah Wirya Taruna, Mbah Krama Taruna tetapi setelah meninggal dunia di makamkan di makam Prancak Dukuh.

Sejarah Kampung Tegal

Kampung terakhir setelah Kampung Sompokan, Pandes dan Keplayu adalah Kampung Tegal. Nama Tegal berarti pekarangan panjang yang membentang luas. Maklum saja pada awal mulanya Pandes berupa alas mentaok.  Adapun nama cikal bakal Kampung Tegal adalah Mbah Kertadinama yang berjasa dalam mendirikan Kampung Tegal.

Secara keseluruhan masyarakat Padukuhan Pandes sebagaian besar bermata pencaharian selain sebagai petani, juga sebagai pengrajin dolanan anak. Dan karya kriya yang sangat terkenal dan sampai pernah di datangi oleh Sri Sultan Hamengku Buwono (HB  IIX dan HB IX) adalah wayang tanpa pola yang sampai saat ini masih dilestarikan oleh generasi penerus termasuk saya sendiri.

Berikut nama-nama Dukuh Pandes 1-6 adalah Siswa Utama, R. Harja Pawira, Sumantri Wiyana, Tukijo, Sukijo dan Setya Raharjo. Sedangkan nama-nama kaum rois Padukuhan Pandes 1-6 adalah Kyai Mulyo Sadat, Mbah Atmo Suparto, Mbah Niti Pawira,  Harto Utama, Amat Suwardiyana, dan Saryanto.

Naluriah kejawen awal mulanya begitu kentalnya, sehingga kehidupan seni dan budaya berkembang dengan pesatnya, seperti wayang orang, ketoprak, sholawat Jawi, kethek ogleng, jathilan dan lain sebagainya. Maklum saja karena Nyai Sompok adalah penganut kejawen tulen.

Demikian saya ceritakan sejarah Pandes dilihat dari perspektif nama-nama cikal bakal pendirinya, yang secara faktual bisa ditelusur dari beberapa makam cikal bakal yang sampai sekarang masih terawat dengan baik di Pandes (JNT).

Referensi :

Saryanto (Kaum Rois Padukuhan Pandes)

Tentang Junaedi

Penulis esai. Penulis Buku Cuitan Wong Ndeso. Bekerja sebagai staf PSID, yang membawahi PCL.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

X