SEJARAH KAMPUNG

Sejarah Kampung Glondong dari Masa ke Masa

Oleh

pada

Menurut cerita suwargi bapak dan simbah-simbah saya dahulu, Pada masa Kanjeng Sinuhun Hamengku Buwono (HB) I, waktu itu belum ada penduduknya masih berupa hutan belantara . Kemudian lama kelamaan berkembang terus sampai ke wilayah Dukuh. Hingga akhirnya terbentuk tiga  kalurahan yaitu: Kalurahan Cabeyan, Kalurahan Prancak dan Kalurahan Krapyak. Menurut perkembangan sejarahya bahwa Kampung Dukuh dan Kampung Glondong yang lebih duluan berdirinya adalah Kampung Dukuh. Terbukti bahwa di Kampung Dukuh sudah ada tokoh masyarakat yang menjabat menjadi Jagabaya.

Terkait nama Kampung Glondong, setahu saya  adalah aktivitas mengumpulkan upeti dari semua  padukuhan  yang berasal dari tiga  kalurahan kecuali Dongkelan, Tegal Krapyak, Krapyak Kulon, dan Krapyak Wetan (ada yang menyebutnya dengan tanah perdikan) . Pada waktu itu belum ada pajak bumi dan bangunan (PBB). Kata Glondong sendiri berasal dari kata gelondong pengarem-arem (upeti)  yang dikumpulkan sebelum disetorkan ke keraton Ngayogyakarta Hadiningrat. Jadi semua upeti itu dikumpulkan menjadi satu, dan tempat kumpulnya di Kampung Dukuh. Selanjutnya setelah rejane zaman kampung tersebut terus  berkembang maju diberilah  nama Kampung Glondong.

Kemudian setelah adanya penyatuan tiga  kalurahan menjadi Kalurahan Panggungharjo, maka menjadi Padukuhan Glondong. Adapun yang menjadi Dukuh Pertama setelah memenangkan pesta demokrasi di tingkat padukuhan  dan akhirnya Simbah Tugiyono, yang terpilih menjadi Dukuh Pertama Glondong. Tetapi baru sekitar tiga  bulanan menjabat Dukuh, ternyata ada salah satu pamong Kalurahan Panggungharjo yang menjabat sebagai Jagabaya yang bernama Pawirodimejo alias Pariman yang berasal dari Padukuhan Glondong, atau yang biasa di panggil dengan nama Simbah Dadok, yang kebetulan buta huruf.

Maka oleh pihak Pemerintah Kalurahan Panggungharjo mengambil kebijakan dengan rolling jabatan. Simbah Dadok dirolling menjadi Dukuh Glondong, sementara Simbah Tugiyono dirolling menjadi carik atau wakil carik.

Menurut cerita dari orang tua, bahwa cikal bakal Padukuhan Glondong ada dua nama yaitu Ponco Irono alias Pramido (biasa dipanggil Simbah Mido) dan Mangun Kusumo.

Konon ceritanya, Kampung Glondong pernah dijadikan markas TKR. Markas TKR menurut cerita berpindah-pindah tempat arahnya ke selatan. Pelemsewu pernah dijadikan markas TKR, sebelum Belanda mengetahui keberadaan markas TKR. Kemudian dari Pelemsewu pindah ke Sawit. Kemudian dari Sawit pindah ke Glondong. Adapun ada dua nama komandan yang terkenal pada masa itu  adalah Komarudin dan Widodo.

Pada waktu terjadi serangan umum 1 Maret 1949 atau dikenal pertempuran 6 jam di Yogyakarta. Ketika warga Yogyakarta mempertahankan kemerdekaan Indonesia perang melawan Belanda, ada tiga warga Dukuh yang meninggal dunia. Pertama, bernama Simbah Partodinomo yang sedang memandikan sapi peliharaannya di sungai, tiba-tiba dihujani peluru oleh tentara Belanda hingga menghembuskan nafas terakhirnya di tempat kejadian.

Kedua, bernama Simbah Kromorejo yang betul-betul melawan Belanda di Karangnongko. Simbah Kromorejo seorang pejuang tangguh, dengan senjata sebuah cangkul. Dengan berani Simbah Kromorejo mencangkul dada salah satu dari Belanda hingga meninggal dunia. Melihat temannya dibunuh oleh Simbah Kromorejo, maka  diberondonglah Simbah Kromorejo dengan senjata yang mereka gunakan hingga akhirnya Simbah Kromorejo meninggal dunia.

Konon ceritanya setelah meninggal dunia, jenazah Simbah Kromorejo masih dicabik-cabik bagian perut hingga keluar semua isi perutnya. Masih belum puas, konon ceritanya sampai alat vital Simbah Kromorejo dipotong-potong, sungguh biadab tentara Belanda pada waktu itu.

Ketiga, yang bernama Kasan,  pada saat rumah-rumah  warga Kampung Dukuh dibakar oleh tentara Belanda  dengan menggunakan  senjata berpeluru api hingga sampai membakar rumah milik Kasan dan pada rumah dibakat Kasan masih berada di dalam rumah, akibat ia ikut   terbakar dan meninggal dunia di tempat kejadian.

Cerita selanjutnya dari bapak saya sendiri, namanya Wasiyo Arjo Pawiro. Bapak saya lahir pada tahun 1918. Tugas bapak saya adalah membawakan radiogram kemana-mana. Pernah suatu ketika, dalam pertempuran melawan Belanda. Banyak tentara Belanda yang meninggal dunia. Kemudian tentara Belanda melakukan pengejaran kepada semua pejuang kemerdekaan. Dan waktu itu pernah berpapasan dengan tentara Belanda. Kemudian bapak saya lari bersembunyi ke rumah Pak Joyo Rame, kemudian dikurungi kemudian ditimbun sampah, dan akhirnya selamat dari kejaran tentara Belanda.

Pada peristiwa Serangan Umum 1 Maret 1949, bapak saya ikut berperang melawan Belanda juga. Dengan tugas pokoknya membawakan radiogram milik TKR. Bahkan menurut ceritanya, bapak saya tahu siapa saja orang penting dibalik Serangan Umum 1 Maret 1949.

Bapak saya meninggal dunia pada tahun 2009. Sebagai penerus perjuangan bapak, kemudian adik saya saat ini ada menjadi anggota TNI. Karena bapak pernah mengatakan bahwa di dalam darah kamu ada darah pejuang kemerdekaan RI.

Adapun perkembangan nama-nama Dukuh Glondong sejak bergabungnya tiga  Kalurahan, sudah enam kali pergantian dukuh, antara lain sebagai berikut: Tugiyono, SImbah Dadok, Darmo Suwito, Kadarisman, Parto Wiji Raharjo, dan Sumiyati.

Pada tahun 1950-an, Padukuhan Glondong terkenal dengan seni pertunjukan Wayang Orang. Orang yang pertama merintisnya adalah Atmo Suwito kemudian aktor Wayang Orang salah satunya adalah Dukuh Glondong Pertama, Tugiyono. Pelaku-pelaku lainnya antara lain Slamet HS, Mujiyono dan Ngatijan. Terkadang juga gabungan dengan Padukuhan Pandes.

Kemudian perkembangan Seni Wayang Orang sempat mati suri hingga pada tahun 1960-an dirintis kembali oleh Isnu Hadi Winarno (Senen). Kemudian sekitar tahun 1963-an saya masuk menjadi anggota kelompok Wayang Orang. Pada pertengahan tahun 1965, adalah pentas terakhir. Hingga saat ini, kesenian Wayang Orang hanya tinggal kenangan.

Kemudian sekitar tahun 1977-an digagas kesenian Ketoprak oleh Kadarisman dibantu sebagai penasihat Tugiyono. Adapun tokoh-tokoh pelaku seni ketoprak orangnya hampir sama dengan yang menjalankan seni Wayang Orang (JNT).

Referensi :

Sarjiyono alias Sarji Sukamto (Ketua RT 05 Padukuhan Glondong)

Tentang Junaedi

Penulis esai. Penulis Buku Cuitan Wong Ndeso. Bekerja sebagai staf PSID, yang membawahi PCL.

Baca Juga

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

X