Partisipasi Masyarakat

Review Jagongan Selapanan Malam Selasa Kliwonan: Jagongan Kacang Godog

Oleh

pada

Jagongan Selapanan dengan format baru bermula dari Jagongan Kacang Godog setiap Malam Selasa Kliwon. Dengan format apa adanya serba lesehan(gelaran tikar) ditemani sajian kopi atau teh panas beserta camilan ala orang desa yaitu kacang godog dan gedhang godog. Mengundang siapa saja secara terbuka untuk mendiskusikan tajuk Pelestaraian Weton: Kesaadran Ruang dan Waktu Masyarakat Jawa. Dengan setting tempat di Pelataran Aula Balai Kalurahan Panggungharjo yang diadakan oleh Pengurus Desa Mandiri Budaya Panggungharjo.

Dengan menghadirkan dua orang pemantik Jagongan Selapanan yaitu Taufik Hermawan dan Nurohmad, S. Sn., dipandu oleh moderator Bangkit Sholahudin (dukuh gen-z) Senin malam (27/5/2024) kemarin Desa Panggungharjo kembali menghadirkan Jagongan Selapanan Malam Selasa Kliwonan: Jagongan Kacang Godog. Menurut Taufik Hermawan, menuturkan bahwa ilmu pengetahuan bagi orang Jawa harus dilakukan sendiri. Kesadaran ruang dan waktu selalu mendasari dalam kehidupan sehari-hari. Cara berpikir kesadaran ruang dan waktu orang Jawa pada masa lalu (tradisional) dengan berdasarkan pada primbon. Turunan primbon pada pranata mangsa, paugeran atau pakuwon dan weton. Jawa merupakan konsep. Berpikir secara Jawa, ada 3 hal yang perlu ditekankan: Pertama, Urip kanggo keselamatan, atau lebih lengkapnya keselamatan lahir dan batin atau Kawilujengan. Kesadaran sapa sing nandur bakale ngunduh. Kedua, Urip iku ngudi keselarasan atau keserasian. Ketiga Kesadaran akan sankang paraning dhumadi.

Kesadaran berbahasa Jawa, selama kita masih berusaha menggunakan bahasa Jawa dalam kehidupan sehari-hari maka kita patut berbangga. Mengajak menggunakan bahasa Jawa kepada orang lain tetapi tidak menggurui. Dalam kehidupan sehari-hari akhirnya berpulang pada kesadaran orang Jawa masing-masing individu dan pastilah ada benturan-benturan pada diri kita masing-masing. Akan tetapi benturan-benturan tersebut akan tereduksi dengna scientifikasi, artinya adanya penjelasan yang logis yang dapat diterima oleh akal sehat.

Pada hakekatnya Jawa itu lentur atau kenyal. Dan anak zaman now membutuhkan alasan yang logis. Demikian juga dengan apa yang terdapat dalam perhitungan primbon. Maka akan disesuaikan dengan perhitungan primbon yang representatif. Harus tinemu nalar. Dan bisa dilakukan negoisasi.

Sementara Menurut Nurohmat, S.Sn, bahwa melesatarian weton melalui karya tulis batik weton merupakan daya cipta rasa karsa manusia sebagai perwujudan jagat cilik (individu manusia) yang bersanding jagat ageng yaitu alam semesta. Berikut Solah (gerakan) dari bulan terhadap bumi adalah nama dari ketujuh nama hari tersebut: Ahad (Radite) melambangkan meneng (diam), Senin (Soma) melambangkan maju, Selasa (Anggara) melambangkan mundur, Rebo (Budha) melambangkan mengiwa (bergerak ke kiri), Kamis (Respati) melambangkan menengen (bergerak ke kanan), Jemuwah (Sukro) melambangkan munggah, Setu (Tumpak) melambangkan tumurun (bergerak turun).

Weton hari Ahad dilambangkan dengan mega atau langit, Senin dilambangkan dengan bunga, Selasa dilambangkan dengan api, Rabu dilambangkan dengan daun, Kamis dilambangkan dengan angin, Jum’at dilambangkan dengan air, Sabtu dilambangkan dengan bumi atau tanah. Sedangkan pasangan pasaran Jawa, yaitu Kliwon (Kasih) melambangkan jumeneng (berdiri), Legi (Manis) melambangkan mungkur (berbalik arah ke belakang), Pahing (Jenar) melambangkan madep (menghadap), Pon (Palguna) melambangkan sare (tidur), Wage (Cemengan) melambangkan lenggah (duduk).

Menangapi salah satu peserta jagongan selapanan terkait sikap seorang remaja yang sedang menjalin hubungan asmara tetapi terkendala oleh perhitungan weton di karenakan menurut primbon atau menurut orang tua tidak berjodoh. Salah satu pemantik menjawabnya dengan nada datar bahwa sebenarnya dibalik larangan jodoh dilihat dari weton tersebut sebetulnya ada solusi dengan catatan tertentu pasangan tersebut kuat untuk menjalaninya dan ada solusi hari ketika akan melangsungkan pernikahan. Jadi kalau ada dua orang kekasih sedang memadu cinta gara-gara tidak diperbolehkan oleh perhitungan weton kemudian langsung putus artinya pasangan tersebut cepat berputus asa dan kurang sabar dalam menjalani hubungan asmara tersebut (JND).

Tentang Junaedi

Penulis esai. Penulis Buku Cuitan Wong Ndeso. Bekerja sebagai staf PSID, yang membawahi PCL.

Baca Juga

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

X