Event

Review Jagongan Selapanan Malam Selasa Kliwon

Oleh

pada

Jagongan Selapanan malam Selasa Kliwon, 1 Juli 2024 diadakan oleh Desa Mandiri Budaya Kalurahan Panggungharjo bertempat di Balai Budaya Karang Kitri dengan mengambil tema “Pranoto Mongso: Kesadaran Ruang Waktu Masyarakat Jawa.”  Bertindak sebagai pemantik yaitu Muji Budi Paryanto seorang petani sekaligus budayawan dan Yuli Haryadi, S.Sn. seorang petani milenial serta moderator Bangkit Sholahudin Dukuh Sawit. Mengawali pembicaraan menurut Muji Paryanto saat ini, kondisi alam yang diterapkan pranoto mongso dengan sudah mulai hilang, sudah tidak dipakai lagi oleh beberapa petani di Jawa.  Sejak zaman dahulu pranoto mongso masih tetap terbagi menjadi 12 mongso.

Mongso setunggal berumur 41 hari, mulai 22 Juni – 1 Agustus. Para Petani biasanya mulai membakar sisa-sisa batang padi di sawah dan mulai bertanam palawija. Mongso ini memiliki watak sesedya murka ing embanan atau pemanah yang terlepas dari cicncin pengikatnya ini ditandai dengan daun yang berguguran. Belalang mulai membuat lubang dan bertelur. Jika diterapkan dengan kondisi saat ini sudah tidak relevan lagi. Misalnya kebijakan dari Pemerintah memprogramkan harus tanam padi, padi dan padi.

Mongso karo berumur 23 hari, mulai 2 – 24 Agustus. Para Petani biasanya mulai resah karena alam yang kering dan panas. Memiliki watak dirgantara rangka yang berarti tanah retak-retak. Atau ada yang menyebutkan musim paceklik. Pada musim ini biasanya tanaman palawija mulai tumbuh. Meski panas pohon Randu dan Mangga mulai bersemi. Mongso ketelu berumur 24 hari, 25 Agustus – 17 September. Pada musim ini, paceklik semakin memuncak. Memiliki watak manut ing bapa, menggambarkan palawija yang mulai tumbuh mengikuti seterusnya dan sebagian palawija sudah bisa dipanen.

Mongso kepapat berumur 25 hari, 18 September – 12 Oktober. Kesabaran para petani benar-benar diuji. Memiliki watak wasta kumemping jroning kalbu. Artinya air mata yang tersimpan di hati. Musim ini akhir dari kemarau. Para petani mulai menyiapkan bibit tanaman padi. Musim ini menandakan burung yang membuat sarang di pohon Randu. Pohon Randu mulai berbuah. Mongso kelima berumur 27 hari, 13 Oktober – 8 November. Musim ini hujan mulai turun. Memiliki watak pancuran mas sumawur ing jagat. Artinya hujan yang tersebar ke bumi. Para Petani biasanya mulai mengolah sawah, membuat irigasi dan menyebarkan benih padi gogo atau padi lahan kering. Musim ini pohon asam mulai tumbuh, daun dan ulat mulai keluar.

Sementara menurut Yuli Haryadi, mengemukakan bahwa pranoto mongso untuk petani sekarang tidak begitu relevan lagi. Untuk mengatasi pranoto mongso ini, dalam satu blok tanah pertanian jangan sampai berebut menanamnya karena terkait jatah air (irigasi).  Artinya harus bergantian antara satu petani dengan petani lainnya dalam menanam tanah pertaniannya.

Dalam kesempatan itu, ada beberapa penanya Jagongan Selapanan malam Selasa Kliwon. Diantaranya penanya pertama yang menanyakan ketika fenomena cacing-cacing naik ke permukaan tanah itu pada pranoto mongso ke berapa? Menurut Muji Paryanto bahwa cacing itu ada dua macam yaitu cacing sawah dan cacing di kebun/pekarangan. Cacing yang di kebun atau pekarangan sering muncul ke permukaan tanah tetapi kalau cacing di sawah jarang naik ke permukaan tanah. Cacing yang di kebun sering muncul ke permukaan biasanya terjadi pada mongso karo, ketika kondisi alam sedang kering dan panas. Penanya kedua yang menanyakan misalkan petani sekarang menanam tetapi tidak mengandalkan irigasi, dengan merekayasa perairan misalkan dengan sumur bur yang diambil dengan mesin pompa atau mesin diesel. Apakah dengan meninggalkan pranoto mongso petani sekarang bisa mendapatkan hasil yang optimal, hal ini terkait dengan pertanian modern. Menurut Yuli Haryadi, bisa saja petani sekarang menggunakan sumur bur jika ingin mendapatkan hasil di musim kemarau, tergantung usaha dan keinginan dari petani sendiri.

Penanya ketiga menanyakan bahwa pranoto mongso tidak hanya meliputi air untuk irigasi tetapi ada unsur lian seperti angin dan sebagainya. Apakah petani dapat memodifikasi pranoto mongso bagi petani milenial dalam menanam tanaman. Lebih lanjut menurut Muji Paryanto bahwa pranoto mongso itu sudah baku hitung-hitungannya. Tetapi petani sekarang jika ingin memodifikasi jenis tanaman dan masa tanam tergantung pribadi masing-masing petani. Untuk memprediksi ciri-ciri pranoto mongso itu bisa diperhitungkan secara matang terkait cuaca (air, angin dan musim) sebelum menanam tetapi yang sulit diperhitungkan adalah hama tikus. Saat ini hama tikus menjadi salah satu faktor utama penyebab gagal panen di sebagian wilayah di Kabupaten Bantul (JND).

Tentang Junaedi

Penulis esai. Penulis Buku Cuitan Wong Ndeso. Bekerja sebagai staf PSID, yang membawahi PCL.

Baca Juga

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

X