Partisipasi Masyarakat

Pendampingan Desa Mandiri Budaya

Oleh

pada

Pendampingan Desa Mandiri Budaya di Kalurahan Panggungharjo dilakukan oleh Dinas Pariwisata Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, pada hari Senin-Jum’at, tanggal 18-22 September 2023 di Aula Kalurahan Panggungharjo Kapanewon Sewon Kabupaten Bantul Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

Apa yang dimaksud dengan Desa Mandiri Budaya (DMB) itu? Menurut Pergub DIY nomor 93 tahun 2020 tentang Desa/Kalurahan Mandiri Budaya, yang dimaksud Desa/Kalurahan Mandiri Budaya adalah Desa/Kalurahan mahardika, berdaulat, berintegritas, dan inovatif dalam menghidupi dan mengaktualisasikan nilai-nilai kaistimewan melalui pendayagunaan segenap kekayaan sumber daya dan kebudayaan yang dimilikinya dengan melibatkan partisipasi aktif warga dalam pelaksanaan pembangunan dan pemberdayaan masyarakat untuk mewujudkan kelestarian semesta ciptaan, kesejahteraan dan ketentraman warga dalam ke-bhinneka-tunggal-ika-an. Dalam pasal 3 Pergub DIY nomor 93 tahun 2020 bahwa Desa Mandiri Budaya merupakan sinergi dan harmonisasi program/kegiatan Desa/Kalurahan Budaya, Desa/Kalurahan Wisata, Desa Prima dan Desa Preneur.

Desa Mahardika

Menurut Wahyudi Anggoro Hadi, dalam acara Pendampingan Desa Mandiri Budaya di Kalurahan Panggungharjo Senin, 18 September 2023 bahwa yang dimaksud dengan Desa Mandiri Budaya merupakan Desa Mahardika, Desa yang patut, layak dan bermartabat bagi semua warga bangsa. Bagaimana mencari bentuk Desa Mahardika adalah dengan perspektif Desa Paripurna yang dapat mengkerangkai 4 Pilar Desa Mandiri Budaya yaitu Desa Budaya, Desa Wisata, Desa Preneur dan Desa Prima. Dimulai dari apa makna keistimewaan Yogyakarta bagi Panggungharjo. Menurut Wahyudi terdapat 3(tiga) makna keistimewaan Yogyakarta bagi Panggungharjo.

Pertama, makna filosofis yang mensyaratkan trilogi keistimewaan sebagai landasan hidup. Trilogi keistimewaan meliputi:  manunggaling kawula gusti yang berwujud rasa tentram, sankan paraning dumadi yang berwujud kesejahteraan dan memayu hayuning bawana yang berwujud kelestarian alam semesta, aspek keberlanjutan yang berwujud lingkungan alam, sosial dan budaya.

Kedua, makna sosiologis yang mensyaratkan budaya keistimewaan sebagai landasan kehidupan, yang meliputi: relasi manusia dengan Tuhan, manusia dengan manusia dan manusia dengan alam. Relasi manusia dengan Tuhan, budaya mengajarkan  dalam bentuk bangunan Yoni simbol dari rahim ibu. Inilah relasi pertama kali antara manusia dengan Tuhan. Relasi antara manusi dengan manusia budaya mengajarkan dalam bentuk unggah ungguh (tata krama), sopan santun yang diwujudkan dalam bentuk bahasa ibu. Terakhir relasi manusia dengan alam budaya mengajarkan dalam bentuk tanaman pangan yang ditanam lahan pekarangan manusia. Budaya menanam pada lahan pekarangan merupakan budaya menanam ala ibu-ibu. Budaya menanam bapak-bapak biasanya diwujudkan dengan menanam pada lahan sawah atau ladang bukan pekarangan rumah. Ternyata ketiga relasi tersebut kata kuncinya ada pada ibu. Rahim ibu, bahasa ibu dan pekarangan ibu.

Ketiga, makna yuridis yang mensyaratkan pranata dan paugeran keistimewaan sebagai landasan penghidupan, yang meliputi 3 (tiga) dimensi yaitu dimensi politik, dimensi sosial dan dimensi ekonomi. Dimensi politik diwujudkan dalam praktik musyawarah, dimensi sosial diwujudkan dalam bentuk rasa kekeluargaan dan dimensi ekonomi diwujudkan dalam praktik baik Kerjasama. Musyawarah, rasa kekeluargaan dan kerjasama merupakan perwujudan dari nila-nilai gotong royong. Gotong royong merupakan salah satu pranata dan paugeran keistimewaan Yogyakarta.

Jika kita rangkai 4 Pilar Desa Mandiri Budaya, Desa Budaya merupakan basis nilai, Desa Prima sebagai pelaku, Desa Preneur sebagai pendekatan atau cara kerja dan Desa Wisata sebagai latar atau medium. Sedangkan jika digambarkan dengan sebuah Bangunan Limasan, terdiri dari 3 (tiga) bangunan yaitu pondasi (struktur dasar) adalah keistimewaan Yogyakarta, pilar (struktur dinding) adalah 4 Pilar Desa Mandiri Budaya dan atap (struktur atap) adalah Desa Mandiri Budaya.

Meminjam istilah Prof. Purwo Santoso, jangan sampai orientasi Desa Mandiri Budaya hanya sebagai exercise teknokrat dan exercise administrasi pertanggungjawaban program pemerintah semata. Tetapi betul-betul merupakan strategi pengembangan kebudayaan. Mewujudkan DMB melalui pengetahuan ini, semoga semakin memperkuat kaistimewan DIY.

Desa yang Sejahtera dan Tangguh

Menurut Rubi, dalam acara Pendampingan Desa Mandiri Budaya di Kalurahan Panggungharjo Senin, 18 September 2023 bahwa Desa yang Sejahtera adalah desa yang dapat memenuhi semua kebutuhan warga masyarakatnya. Sedangkan Desa Tangguh adalah desa yang dapat bertahan ekonominya walaupun warga masyarakat mengalami berbagai macam permasalahan hidup. Dalam konsep pariwisata yang berkelanjutan terdapat 4 elemen pelestarian: pelestarian ekonomi, pelstarian budaya, pelestarian alam dan pelestarian pengelola/kelembagaan. Pada prinsipnya pengembangan Desa Wisata adalah dari, oleh dan untuk masyarakat.

Terdapat 5 (lima) Pilar Utama Desa Wisata terdiri dari: Unique Selling Point (USP), manfaat ekonomi, perlindungan sosial-budaya, perlindungan lingkungan dan kemampuan manajerial. Mengapa harus unik dalam membuat produk wisata? Jawabannya supaya tidak hanya ikut-ikutan dengan desa wisata yang lain, wisatawan jadi tertarik, dan tidak perlu terjadi perang harga.

Konsep Unique Selling Point (USP)

Konsep Unique Selling Point (USP) merupakan sebuah konsep produk wisata yang dibuat agar dapat menarik minat wisatawan, dan juga dapat membedakan dari produk sejenis (aktivitas yang jarang ditemukan di tempat lain).

Unique Selling Point (USP) dapat berupa: keindahan bentang alam, aktivitas budaya, bentuk bangunan (heritage), kuliner, kerajinan, wisata budaya dan cerita rakyat.

Bagaimana cara membuat konsep Unique Selling Point (USP) yang kuat yaitu: dengan cara mengenali potensi lokal yang dimiliki, identifikasi keinginan pengunjung, analisa tawaran pesaing, dan formulasi USP. Konsep USP yang kuat memiliki beberapa ciri antara lain: langka, tidak mudah ditiru, tidak ada pengganti, berharga dan bernilai (JND).

Tentang Junaedi

Penulis esai. Penulis Buku Cuitan Wong Ndeso. Bekerja sebagai staf PSID, yang membawahi PCL.

Baca Juga

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

X