Buku

Mosaik Kisah Ibu Kepala Rumah Tangga

Oleh

pada

Aku adalah seorang ibu rumah tangga yang berkarir, menjadi seorang guru honorer di sebuah SMA swasta kala itu. Menjalani kehidupan baru dengan memasuki kehidupan berkeluarga, membina keluarga dengan beranak dua, kemudian diangkat menjadi CPNS dengan gaji Rp 120.150 per bulan.  Bisa dibayangkan gaji sebesar itu untuk menopang kehidupan pada tahun 1994 bersama suamiku yang sudah diangkat menjadi PNS dan berkeluarga. Saya bersyukur atas semua itu, karunia Allah yang telah diberikan.

Kehidupan merupakan sebuah kesempatan yang diberikan oleh Sang Khalik kepada umatnya untuk dinikmati. Dalam hidup ini kita sebagai manusia mempunyai banyak pengalaman yang dialami sepanjang hayat. Lika-liku kehidupan menjadi pripadi yang lebih baik atau tentang apapun itu untuk meraih ridha-Nya. Banyak pengalaman yang terjadi pada diriku sebagai seorang ibu kepala rumah tangga, tentang lika-liku kehidupan yang kualami untuk menempuh sebuah cita-cita dalam dunia pendidikan sekaligus sebagai seorang ibu dalam rumah tangga. Baiklah akan saya ceritakan sebagai gambaran bahwa menjadi seorang ibu kepala rumah tangga itu tidaklah mudah, banyak jalan terjal nan berliku yang harus ditempuh untuk mencapai tujuan, semua itu saya lakukan dengan penuh perjuangan.

Pada awal menjadi guru PNS betapa sulit mengatur waktu, bagaimana tidak, aku mempuyai dua putra yang usianya terpaut hanya 22 bulan. Jadi betapa repotnya, manakala ketika di sela-sela mengajar harus pulang menghampiri si kecil harus memberikan ASI kepadanya. Setelah itu kembali ke sekolah untuk mengajar lagi hingga sampai jam terakhir usai, hal ini kulakukan sampai lima tahun.

Sejauh aku mengingat saat bekerja ketika kedua putraku kutitipkan kepada kedua orang tuaku, kadang kepada kedua mertua, yang kebetulan rumah tinggal orang tua dan mertua tidak jauh dari rumahku, satu kilometer jaraknya dekat dengan rumah. Setiap pagi kuantarkan ke rumah ibu, dan selalu kuampiri ketika kupulang dari kerja.  Aku sebenarnya merasa kasihan juga kepada ibu, harus momong setiap hari. Namun bapak malah senang momong cucu sebagai hiburan dimasa pensiunnya.

Aku tak menyangka aktivitas seorang guru banyak lika-liku yang harus dilalui, harus disiplin mengatur waktu, membagi peran sebagai ibu untuk anak-anak sendiri dan anak orang lain di sekolah, yang mempunyai beragam karakter yang kutemukan. Pernah ketika aku menjadi wali kelas saat mengajar di sebuah SMP negeri, ada dua siswa yang sama namanya yaitu Agung, tetapi Agung yang satu  pendiam yang satunya memang anaknya sangat nakal, sama-sama  dua siswa ini  tinggal kelas, duh, hampir setiap hari Agung yang nakal ini terjadi  masalah, maklumlah siswa ini ternyata bermasalah dalam keluarga, ayah ibunya bercerai sejak ia masih SD, dan ia hidup bersama neneknya.

Masyaallah, suatu hari ia tidak masuk ke sekolah sudah kesekian kalinya, saya home visit ke rumah, tidak bertemu dengan nenek maupun Agung muridku. Keesokan harinya ia masuk,  seorang temannya yang memberi tahu bahwa si Agung sudah  masuk sekolah.

“Bu, Agung sudah masuk bu,” “kata Ani menyampaikan kepada saya.”

Mana tanggung jawabku. Ternyata si Agung menangis di balik pintu sambil sesenggukan. Akhirnya kuhampiri dan masuk kelas. Pada akhir pelajaran ada laporan lagi, bahwa Si Agung mbolos.

“Masyaallah, inilah benar-benar ujian,” resahku.”

Pada kurun waktu lima tahun menjadi guru, aku dikaruniai  seorang  putri, hal ini menambah kesibukanku  dalam menjalankan  karir dan rumah tanggaku pada masa inipun tak berbeda nuansanya, hanya kedua kakaknya sudah bersekolah yang satu masih sekolah di TK  dan yang satu sudah masuk di SD.  Di rumah ada mbaknya yang membantuku untuk momong anakku yang masih bayi, seperti biasanya, ketika di sela-sela mengajar saat istirahat siang pulang sebentar untuk menyusui, dua jam pelajaran kiranya cukup waktu untuk menyusui, karena jarak tempuh antara rumah dan sekolah juga tak terlalu jauh kira-kira lima kilometer. Sehingga tugas-tugasku bisa seiring sejalan terpenuhi dengan baik,

Ada cerita menarik saat aku harus mengikuti diklat, disaat anak-anakku mulai besar, walaupun masih ada yang masih balita, saat itu menjelng libur nasional, mungkin karena rasa rindu pada ibunya yang sudah seminggu ditinggal diklat, akhirnya semua keluarga menyusul ke tempat diklat, dan menginap di homestay di sekitar diklat, tepatnya di daerah Kaliurang. Dan keesokan harinya sambil berlibur di sana.

Dari perjalanan karirku, pernah aku menjadi guru berprestasi tingkat provinsi, ranking dua. Ini menambah semangat untuk berkarya, semangat untuk mengabdi kepada bangsa dan negara  sebagai pendidik. Selain itu pernah dipercaya sebagai koordinator sekolah model Pendidikan Agama Islam di SMP aku mengajar. Menjadi pioneer pelaksanaan manasik haji pelajar se- Kabupaten Bantul, bendahara MGMP PAI Kabupaten. Segudang tugas aku lakukan dengan senang hati dan ikhlas, karena ini telah menjadi tugas sebagai seorang guru.

Sebagai tuntutan seorang guru professional, aku meminta surat ijin untuk belajar lagi di sebuah Perguruan Tinggi jurusan Pasca Sarjana, pada Prodi Psikologi Pendidikan Islam. Bersamaan ini pula Allah karuniakan lagi seorang putra. Lengkap sudah empat putra kumiliki, terdiri dari tiga putra dan 1 putri. Karir dan keluarga seiring sejalan mengiringi lika-liku hidupku.

Pada tahun ke empat belas menjadi guru, aku diangkat menjadi kepala madrasah di sebuah Madrasah Tsanawiyah Negeri. Semakin berat amanah yang kuemban. Tantangan demi tantangan kulewati, bagaimana mengembangkan visi, misi dan tujuan madrasah agar bersinergi, menjadikan madrasah yang unggul dan bermartabat, siswa semakin berprestasi, guru-guru semakin berjiwa ikhlas dan sabar dalam mengajar. Dengan bersatu dalam visi dan misi yang kita emban bersama, Alhamdulillah terwujud madrasah yang mampu bersaing dengan sekolah umum. Kejuaraan akademik dan non akademik setiap Senin selalu mewarnai saat upacara bendera. Guru-gurnnya semakin bersemangat untuk mengajar, hingga meraih prestasi Ujian Nasional yang membanggakan. Siswa dan guru yang berprestasi kita berikan penghargaan atas usaha yang telah diraihnya. Kondisi sarana dan prasarana semakin tertata lengkap, dari  ruang kelas sampai sarana multimedia, dari usaha sekolah sampai wirausaha difungsikan dengan maksimal. Tamanisasi dan warung hidup semakin memberi nuansa asri. Ini semua tanpa kinerja dan usaha maksimal serta kerjasama harmonis antara keluarga dan masyarakat madrasah tidak akan terwujud.

Kiranya kurun waktu empat tahun menjadi kepala madrasah diamanahkan kepadaku, tak kusangka aku mendapatkan berita dari Kantor Biro Kepegawaian Jakarta, yang isinya aku dipromosikan menjadi pengawas Pendidikan Agama saat itu, aku ditelpun untuk mengirimkan foto copy Ijazah S2. Masyaallah, aku belum punya pegalaman bagaimana mengelola banyak sekolah, mengelola guru-guru dalam supervisi akademik kala itu, Tak lama kemudian selama empat tahun diberikan tugas menjadi pengawas madrasah. Wah, tugas-tugas semakin bertambah lagi, karena tugas pengawas madrasah adalah supervisi akademik dan manajerial.

Di awal tugasku menjadi pengawas madrasah pada tahun 2012, cobaan terberat mendera saat aku sakit asam lambung, hingga dalam tugas monitoring itu, suamiku yang mengantarkan ke sekolah-sekolah binaanku, karena suamiku juga bekerja sebagai dosen negeri yang dipekerjakan di universitas swasta, maka adikku yang menggantikan mengantarku monitoring di sekolah binaan. selang enam bulan anak bungsuku juga sakit DB saat itu, aku yang masih terapi asam lambung turut menjaga anak di rumah sakit. Betapa rasa galau, menahan rasa cemas dan rasa sakit bercampur jadi satu, Masyaallah.

Ya Allah, ya Rabb, enam bulan berikutnya suamiku sakit pula, menurut diagnosa dokter suamiku sakit metasase tumor di kepala, dalam perawatan selama kurang lebih seratus hari Allah telah menjeput menuju keharibaan-Nya.  Innalillahi wainnailaihi roji’un. Beliau meninggalkanku dengan memberikan amanah empat orang anak yang masih kuliah dan sibungsu baru berusia tujuh setengah tahun.

Banyak pengalaman yang menegangkan saat diberikan tugas menjadi pengawas madrasah kala bertugas menjadi asesor akreditasi, diantaranya di daerah Samigaluh Kulon Progo, hati ini dibuat nyeri, miris dan mistis, karena tiba-tiba mobil yang saya kendarai bersama teman sejawat mati tiba-tiba di tikungan bernama Keji, karena belum terbiasa lewat serta terjalnya medan  maka aku dan temanku beristirahat menungu jemputan, kiranya yang menjemput bisa nyetir mobil, eh, ternyata tidak. Maka kami berdua mengikuti dari belakang, dengan rasa was-was akhirnya sampai juga di daerah Pethet tepatnya di MI Pethet yang letaknya diujung tinggi bukit. Karena suasana hujan lebat dan kabut  mulai turun, ketika usai visitasi, aku dan temanku tak berani turun sendiri, akhirnya kami berdua diantar oleh seorang guru sampai pada ujung jalan yang sudah datar.

Dari sekelumit kisah ini aku sampikan kepada para rekan sejawat dan anak-anakku, semoga menjadi pengalaman berharga dalam menapaki hidup dan kehidupan. “Bahwa Allah tidak akan menguji umat-Nya diluar kemampuannya.” (QS. Al-Baqarah: 286). Wallahua’lam.

Sumber:

Marina Hermawari-Gunawan dkk. 2020, “Lika-Liku Perjalanan Karir”, halaman 200, Bogor, Azkiya Publishing.

Tentang Junaedi

Penulis esai. Penulis Buku Cuitan Wong Ndeso. Bekerja sebagai staf PSID, yang membawahi PCL.

Baca Juga

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

X