Seni Budaya

Makna Kesuburan Kehidupan dalam Panggung Krapyak

Oleh

pada

Gelaran Budaya Festival Panggung Krapyak (FPK) 2022 menghasilkan beberapa karya terbaik anak negeri. Termasuk beberapa karya tulisan dari 5 peserta lomba menulis esai sumbu filosofi yang telah melalui penilaian oleh  juri. Panggungharjo Creative Library (PCL) sebagai lembaga yang konsen akan literasi lokal desa sangat beryukur dapat berpartisipasi dalam gelaran budaya Festival Panggung Krapyak (FPK)2022. Kegiatan literasi akan pengetahuan sumbu filosofi tersebut juga merupakan ajang sosialisasi dan bentuk dukungan Kalurahan dan warga Panggungharjo bahwa sumbu filosofis Yogyakarta diajukan sebagai warisan budaya dunia oleh UNESCO.

Berikut kami muat, 5 tulisan esai terbaik hasil penilaian juri dalam lomba menulis esai sumbu filosofi dalam rangka Festival Panggung Krapyak 2022 yang diterima langsung dari juri melalui Panggungharjo Creative Library tanpa kami edit untuk menunujukkan originalitas tulisan dari peserta. Dari 5 tulisan esai terbaik tersebut, 3 esai merupakan karya dari remaja Panggungharjo dan 2 esai berasal remaja dari luar Panggungharjo semuanya kami mmuat dalam website kami bisa dikunjungi melalui laman https://www.panggungharjo.desa.id.

Berjalan menyusuri jalan KH. Ali Maksum, kita akan menemukan sebuah bangunan kokoh tepat berada di tengah jalan. Bangunan kokoh ini berada pada perempatan yang ada di jalan tersebut. Bangunan ini dikenal sebagai Panggung Krapyak. Bangunan Panggung Krapyak adalah sebuah bangunan yang berdiri kokoh di Pedukuhan Krapyak Kulon dan telah ada sejak tahun 1760. Panggung Krapyak dibangun oleh Pangeran Mangkubumi (Hamengku Buwono I) dengan material dari susunan bata berlapis semen merah. Raja Yogyakarta pertama ini memang dikenal sebagai arsitek yang ulung. Tidak hanya Panggung Krapyak, tetapi Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat, Tugu Pal Putih, Tamansari dan juga bangunan kerajaan lainnya merupakan hasil karya beliau.

Panggung Krapyak merupakan salah satu bagian dari apa yang dikenal sebagai sumbu imaginer atau sumbu filosofi Yogyakarta. Titik yang dianggap sebagai sumbu imaginer atau sumbu filosofi antara lain Pantai Parangkusumo, Panggung Krapyak, Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat, Tugu Pal Putih (Tugu Golong Giling) dan Gunung Merapi. Sesuai dengan namanya, garis imaginer atau sumbu filosofi ini memiliki makna tersendiri bagi masyarakat Yogyakarta. Makna jalan hidup manusia dalam memahami kehidupan dan jalan menuju pada keutamaan. Titik awal yang berada di lautan dan berakhir pada puncak tinggi Gunung Merapi. Namun, dalam tulisan ini akan lebih menekankan pada bangunan Panggung Krapyak yang menjadi simbol kelahiran dan kehidupan.

Panggung Krapyak dibangun sebagai lokasi untuk melakukan aktifitas berburu (rekreasi) bagi keluarga kerajaan Yogyakarta. Krapyak menurut Denys Lombard dalam buku Nusa Jawa berarti cagar alam untuk perburuan. Meruntut pada pernyataan diatas menjelaskan bahwa dahulu kawasan pedukuhan Krapyak merupakan sebuah kawasan (zona) hutan kerajaan. Hutan khusus yang dipelihara untuk kegiatan berburu para bangsawan. Karena hal ini, banyak masyarakat yang masih menyebut Panggung Krapyak dengan Kandang Menjangan (rusa). Panggung Krapyak atau Kandang Menjangan berbentuk kubus dengan ukuran 17,6 m x 15 m dengan tinggi 10 m. Pada setiap sisi bangunan terdapat sebuah pintu dan 2 buah jendela dengan bentuk lengkung dan tanpa penutup, hanya berupa lubang saja. Namun saat ini telah dipasang besi pengaman pada pintu dan jendela tersebut. Bangunan ini merupakan bangunan dua lantai yang didalamnya terdapat tangga dari kayu sebagai penghubung.

Bentuk kubus dari Pangung Krapyak ternyata mirip dengan perlambangan yoni atau rahim wanita (kelamin wanita). Yoni sendiri dalam kebudayaan Jawa kuno (Hindu-Budha) merupakan lambang dari Dwi Uma (Parvati) yaitu cakti (istri) Dewa Siwa. Sedangkan dalam budaya Jawa sendiri dikenal Dewi Sri yang merujuk pada dewi kesuburan dan pertanian. Apabila Panggung Krapyak merupakan sisi feminis (wanita), maka Tugu Pal Putih menjadi perlambang phalllus (kelamin pria) yang bermakna kejantanan atau Dewa Siwa itu sendiri. Kedua bentuk perlambangan itu apabila disatukan (Lingga Yoni) memiliki makna keseimbangan hidup. Hal ini lah yang disebut sebagai Sangkan Paraning Dumadi. Keberadaan Panggung Krapyak disana sebagai yoni sangatlah cocok, melihat kawasan selatan Yogyakarta merupakan kawasan agraris pertanian. Kesuburan menjadi syarat dalam keberhasilan suatu pertanian.

Selain itu sumbu imajiner Panggung Krapyak berada pada bagian selatan Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat. Berada diantara posisi kraton dengan laut selatan (Pantai Parangkusumo). Secara geografi, pantai atau laut menjadi titik akhir dari semua aliran sungai termasuk semua sungai yang mengalir di Daerah Istimewa Yogyakarta. Sumber air aliran sungai yang ada di Daerah Istimewa Yogyakarta berasal dari Gunung Merapi. Dimana Gunung Merapi merupakan puncak sumbu imaginer atau sumbu filosofi. Semua aliran air sungai yang ada masuk dan teraduk menjadi satu disana. Dalam realitas kehidupan, manusia tercipta dari tercampurnya dua air yaitu sel telur (air ibu) dan sel sperma (air bapak). Kedua cairan tersebut tercampur dan akhirnya membentuk janin yang dikandung selama 9 bulan dalam rahim ibu. Disinilah posisi Panggung Krapyak sebagai manifestasi rahim ibu yang menjadi penjaga janin manusia dan pelindung kehidupan.

Masyarakat Indonesia sering menganggap tanah air sebagai Ibu Pertiwi. Keberadaan seorang ibu merupakan titik kemuliaan tertinggi dari kehidupan. Tanpa adanya ibu, maka kehidupanpun tidak akan bisa bertahan. Dalam sumbu filosofi dijelaskan titik awal adalah laut Pantai Parangkusumo. Memang laut sering dianggap sebagai wujud dari bumi atau ibu, sedangkan Gunung Merapi sebagai titik akhir sumbu filosofi menggambarkan angkasa. Keberadaan dualitas yang berpasangan, bumi (ibu) dengan angkasa (bapak). Dengan konektivitas dan kesinambungan diantara dua pasangan tersabut maka kesuburan, kesejahteraan, kemakmuran dan  kedaulatan pangan dapat terwujud.

Secara garis besar, keberadaan Panggung Krapyak dalam sumbu imaginer sangatlah penting. Makna kehidupan dan kelahiran yang ada di dalamnya menjadi titik nadir dalam kelestarian kehidupan ini. Kesuburan alam dan manusia (ibu) akan memberikan keseimbangan pada perkembangan kehidupan. Keberadaan alam yang subur dapat menjadikan masyarakat yang ada di dalamnya menjadi sejahtera dan kemakmuran. Terlebih lagi, kita harus tetap ingat bahwa posisi ibu sangatlah penting bagi kelestarian peradaban manusia yang ada. Sumbu imaginer telah menjabarkan simbol-simbol kehidupan manusia secara gamblang dan jelas. Mulai dari proses perciptaan, kandungan, kelahiran, tumbuh kembang dan pada saatnya akan kembali pada titik tunggal keagungan Tuhan. Sekarang tinggal keputusan kita semua untuk menjaga dan melestarikannya sebagai bangunan, pandangan dan jalan hidup.

Referensi.

Djoko Dwiyanto. (2013). “Kraton Yogyakarta; Sejarah, Nasionalisme & Teladan Perjuangan”. Yogyakarta: Paradigma Indonesia.

Fikri Muhammad. (2021). “Dewi Sri, Sosok Perempuan Sebagai Penjaga Kemakmuran Alam Semesta”. https://nationalgeographic.grid.id/read/132848515/dewi-sri-sosok-perempuan-sebagai-penjaga-kemakmuran-alam-semesta?page=all. Diakses tanggal 19 Juli 2022.

Luthfi Khamid. (2016). “Panggung Krapyak; Karya Monumental HB I” dalam Buletin Mayangkara Edisi 2 (hlm. 20-21). Yogyakarta: Dinas Kebudayaan DIY.

Lombard, Dennys. (1996). “Nusa Jawa; Silang Budaya, Warisan Kerajaan-Kerajaan Konsentris”. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Suryanto, Ahmad Djunardi, dan Sudaryono. (2015). “Aspek Budaya Dalam Keistimewaan Tata Ruang Kota Yogyakarta”. Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota vol. 26.

Juara 1 Lomba Menulis Esai Sumbu Filosofi karya Irfandi Cahyanto, Perwakilan dari Pemuda RT 02 Padukuhan Cabeyan Kalurahan Panggungharjo

Tentang Junaedi

Penulis esai. Penulis Buku Cuitan Wong Ndeso. Bekerja sebagai staf PSID, yang membawahi PCL.

Baca Juga

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

X