Kebencanaan

Lega Bisa Menyelamatkan Jiwa Raga Warga Desa

Oleh

pada

Sejak pandemi Covid-19 mulai merebak di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Lurah Panggungharjo sudah mempersiapkan diri dan mengantisipasi dengan membentuk tim satgas Covid yang di beri nama Panggung Tanggap Covid disingkat PTC-19, dengan mengumpulkan semua pamong kalurahan  dan stake holder Kalurahan Panggungharjo, termasuk lembaga-lembaga yang ada di Kalurahan Panggungharjo.

Kebijakan Pemerintah Kalurahan Panggungharjo dengan membuat link laporan atau aduan terkait update  informasi kondisi kesehatan warga, dalam rangka, mitigasi bencana akibat pandemi Covid-19 baik secara medis maupun non medis. Dari sudut pandang non medis adalah upaya mitigasi ekonomi warga Kalurahan Panggungharjo akibat merebaknya pandemi Covid-19 di Daerah Istimewa Yogyakarta berupa pemberian bantuan sembako (kebutuhan pokok sehari-hari) kepada warga yang terdampak Covid-19.

Wahyudi Anggoro hadi, selaku Lurah Panggungharjo melalui rapat koordinasi telah membagi tugas pamong Kalurahan panggungharjo dalam menangani pandemi Covid-1(, termasuk 14 dukuh, sebagai pemangku kewilayahan untuk menindaklanjuti dengan membentuk PTC level padukuhan. Disamping tugas pokok membantu Pemerintah Kalurahan juga harus berbagi dengan membantu wilayah masing-masing.

Lebih spesifik lagi, ketika terjadi kejadian luar biasa (KLB) pada tahun 2021, Pemerintah Kapanewon Sewon membentuk Shelter Gabungan Kapanewon Sewon, yang kemudian diberi nama Shelter Tanggon, kependekan dari Shelter Tannguh Kapanewon, yang terletak di Jalan Parangtritis, Bangi Timbulharjo.

Sebelum shelter di buka, semua Pamong Kalurahan Panggungharjo yang tidak ada tugas yang benar-benar penting utnuk melaksanakan gotong royong untuk persiapan pembukaan shelter selam tiga hari, mulai dari membersihkan lingkungan shleter, membersihkan ruangan shelter, membuat penyekatan-penyekatan kamar (ruangan shelter), mebantu set-up kantor, dan lain-lain.

Sangat  disayangkan walupun secara yuridis shelter tanggon merupakan shelter gabungan empat Kalurahan  di wilayah Kapanewon Sewon tetapi secara teknis operasionalnya yang aktif bergerak menjalankan manajemen shelter tanggon hanyalah Pemerintah Kalurahan Panggungharjo sementara tiga Kalurahan lainnya slow respon. Padahal pada saat itu, menurut data yang saya tahu bahwa untuk Kapanewon Sewon lonjakan angka pasien Covid-19 nya tergolong tinggi sehingga untuk masuk dalam  termasuk zona merah, karena saking banyaknya warga yang terpapar positif Covid-19.

Pemerintah Kalurahan Panggungaharjo mengawali manajemen shleter tanggon dengan membuat piket jaga shelter. Semua Pamong Kalurahan Panggungharjo sesuai instruksi Lurah Panggungharjo dutuigaskan untuk memback-up semua kebutuhan relawan shelter setiap harinya.

Begitu pun dengan saya, hampir tiap hari saya stand by di shelter karena saya diberi mandat membantu tim logistik jadi tugas saya mencukupi kebutuhan logistik yang cukup urgen, seperti mengusahan ketersediaan oksigen yang setiap saat dibutuhkan oleh pasien yang sedang menjalani perwatan di shelter tanggon. Sesekali saya tidak pulang dan harus ikut menginap di shelter.

Dalam tugas mencari tabung oksigen isi ulang, ada suka dan dukanya. Sukanya pas lagi bejo baru keluar dari shelter setelah bakda sholat subuh sudah langsung dapat isi ulang oskigen. Sialnya ya  sejak bakda subuh mencari tabung oksigen isi ulang kesana kemari sampai keliling Yogyakarta bahkan sampai wilayah Kalasan tidak mendapati isi ulang oksigen dan terpaksa pulang dengan tangan hampa.

Dan yang membuat kesal hati saya, pada saat lterjadi kelangkaan tabung  oksigen isi ulang, beberapa contact person yang saya miliki dari beberapa depo isi ulang oksigen semuanya tidak dapat dihubungi.

Suatu hari saya bersama dengan Dukuh Garon, mau membeli tabung oksigen isi ulang. Hari itu, kebetulan tidak ada mobil terpaksa saya naik sepeda motor berboncengan dengan Dukuh Garon menuju depo tabung oksigen isi ulang dalam perjalanan tabung oksigen kosong yang di bawa oleh mas gaes (sebutan Dukuh Garon) terjatuh pada saat melewati polisi tidur  dan menggelinding sampai ke area persawahan.

Dampak dari kelangkaan persediaan tabung oksigen isi ulang di Daerah istimewa Yogyakarta, membuat keinginan untuk membeli sebuah alat yang bernama oksigen konsentrat. Sebetulnya terkait alat oksigen konsentrat ini, di shelter eks-Patmasuri yang berada di wilayah Panggungharjo tetapi secar opersionalnya dibawah naungan Pemerintah Kabupaten Bantul. Pernah suatu hari kami ingin meminjam alt oksigen konsentrat yang dimiliki oleh shelter eks-Patmasuri tetapi SOP atau birokrasinya sulit bagi shelter tanggon untuk mengaksesnya. Sampai-sampai Lurah Panggungharjo menyayangkan situasi seperti ini.

Akhirnya setelah berkoordinasi dengan Panewu dan Puskesmas Sewon 1 dan Puskesmas Sewon 2 diambillah kebijakan untuk membeli alat konsentrat sendiri untuk kebutuhan pasien yang di rawt di shelter tanggon. Hari itu juga saya bersama pangripta berangkat ke Jakarta untuk membeli alat oksigen konsentrat. Berangkat dari Panggungahrjo sekitar pukul 10.00 WIB menuju Jakarta dan pulang kembali ke Panggungharjo sekitar pukul 04.00 WIB pas adzan Subuh. Perjalanan selama 20 jam pulang pergi tanpa menginap, hanya istirahat sholat makan saja yang saya dan pangripta, itu saya saya lakukan karena memang kebutuhan akan alat konsentrat tersebut sangat dibutuhkan oleh warga yang sedang  menjalani karantina di shelter tanggon.

Menurut saya, masukan untuk Panewu ke depannya dalam hal membuat program seperti shelter tanggon. Peran dari Panewu Kapanewon Sewon dalam mengintervensi tiga Kalurahan lainnya sangatlah kurang. Padahal pasien yang di rawat di shleter tidak hanya yang berasal dari Kalurahan Panggungharjo, tetapi berasal dari tiga Kalurahan lainnya  tersebut, dan beberapa warga dari kota Yogyakarta.

Ada satu cerita menarik dari warga Pandes RT 06.  Adaa satu keluarga dari warga kurang mampu yang waktu itu, semua anggota keluarganya  terpapar positif Covid-19. Dan satu orang diantara anggota keluarga tersebut meninggal dunia. Dalam situasi dan kondisi yang tidak menegangkan dan menakutkan tidak ada satu tetangga pun yang mau mendekati jenazah Covid-19 tersebut. Akhirnya, atas dasar ras kemanusiaan, saya dan Sugiantoro yang memberanikan diri dan berusaha mencukupi kebutuhan pemakaman jenazah Covid-19 menurut protokol kesehatan yang diterapkan oleh Pemerintah.

Hal tersebut juga yang  membuat saya dan Sugiantoro harus menjalani isolasi mandiri selama 10 hari sambil menunggu hasil tes swap yang saya jalani. Dan alhamdulillah, setelah isolasi mandiri selama 10 hari hasil tes swap yang dilakukan oleh Puskesmas Sewon 2 saya dinyatakan negatif Covid-19.

Kejadian meninggal dunianya salah satu anggota keluarga kurang mampu ini, berdampak salah satu anak perempuannya yang secara tiba-tiba mengalami depresi (seperti odgj), hal ini mengakibatkan membutuhkan penanganan khusus pada pasien yang terpapar Covid-19 dalam kondisi deperesi seperti ini. Dibujuk untuk masuk rumah sakit khusus Covid-19 tidak mau, dibujuk masuk ke shleter setelah sampai shelter minta pulang lagi. Pokonya mau di rumah saja. Akhirnya saya mengambil untuk isolasi mandiri dirumah tetapi dengan pengawasan yang ketat. Setelah menjalani isolasi mandiri di rumah pasien selam 14 hari, alhamdulillah pasien dinyatakan sembuh (negatif Covid-19) dan depresinya sembuh juga. Peristiwa ketika pasien depresi ada yang merekamnya, dan lucunya ketika videonya ditonton yang bersangkutan, ia heran dan bertanya-tanya kepada suaminya: “kok saya bisa begitu ya” sambil tertawa sendiri.

Beberapa catatan dari saya terkait dengan edukasi terhadap warga yang sulit di edukasi:  Pertama, sudah jelas-jelas kalau dirinya terpapar positif Covid-19 tetapi seakan cuek begitu saja, seolah tidak terjadi apa-apa pada dirinya. Kedua, masih rendahnya pemahaman akan herd immunity akibat adanya berita hoax dan narasi negatif terkait vaksin.

Kedua,  Setelah adanya peristiwa pemakaman jenazah Covid-19 di Padukuhan Pandes, yang menurut catatan ada 7 kali peristiwa pemakaman jenazah Covid-19 dengan menggunakan protokol kesehatan. Kemudian barulah mulai ada peningkatan kesadaran warga Pandes untuk melakukan vaksin.

Terkait dengan penugasan sebagai Dukuh atau pemangku wilayah Pandes, jujur dari lubuk hati yang paling dalam saya melaksnakannya dengan tulus, ikhlas dan saya niatkan  untuk ibadah kepada Allah SWT tentu saj dalam koridor sesuai dengan kemampuan lahir batin saya, serta tidak ada sedikit pun terlintas tedensi apa-apa.

Dan ada satu hal, yang dapat membahagiakan hati saya (mongkok), marem dan semacamnya, ketika dapat menyelamatkan jiwa dan raga warga Pandes dan warga-warga Panggungharjo, karena menurut saya hidup di masyarakat itu, sifatnya bergantian terkadang kita membutuhkan bantuan orang lain, dan terkadang kita dibutuhkan orang lain (JNT).

Referensi :

Setyo Raharjo (Dukuh Pandes)

Tentang Junaedi

Penulis esai. Penulis Buku Cuitan Wong Ndeso. Bekerja sebagai staf PSID, yang membawahi PCL.

Baca Juga

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

X