Seni Budaya

Jagongan Selapanan Ketujuh Serasa Kuliah Umum

Oleh

pada

Jagongan Selapanan Ketujuh, Sambang Kampung Kedua: merupakan ajang sharing ide antara pemantik dengan peserta, dengan tema-tema khusus, unik dan menarik tentang pengetahuan lokal desa, yang di setting secara santai dengan moderator Susilo “Den Baguse Ngarso” Nugroho salah satu ikon dalam acara Mbangun Desa produksi TVRI Yogyakarta.

Tema Jagongan Selapanan Ketujuh kali ini: “Jawa Nggone Rasa: Kebahagiaan dalam Diri Jawa

Menurut  Irfan Afifi, bahagia berasal dari kata bagya, menjadi begja, kemudian beja. Bahagia adalah tentram. Tentram itu  tidak ada perselisihan dengan segala sesuatu yang ada pada dirinya. Tentram sudah bisa menerima keadaan yang ada pada dirinya . Jika masih menolak keadaan berarti belum bahagia. Mengutip dari Ki Ageng Suryomentarman, bahwa seorang yang berada dalam rasa damai di dalam hatinya berarti dia sudah damai. Ia sudah menerima keadaan yang ada pada dirinya alias sudah cukup.

Yang benar itu, seseorang hidup terkadang bisa memenuhi  kebutuhannya, terkadang tidak bisa memenuhi kebutuhannya.

Kebahagiaan itu tercipta jika kita dapat membantu membahagiakan orang lain. Kebahagiaan itu jangan dimaknai hanya sekedar kebahagiaan sendiri-sendiri tetapi kebahagiaan itu harus dimaknai secara kolektif (bersama-sama).

Fakta hidup itu ada dua: senang dan susah. Senang jika keinginannya terpenuhi, sementara susah jika keinginannya tidak terpenuhi. Kebutuhan itu ibarat api, jika terpenuhi apinya semakin menyala besar seperti kebakaran tetapi jika tidak terpenuhi apinya padam. Bahagia itu jika kita sudah bisa menerima senang dan susahnya hidup. Bahagia berarti seseorang dapat menerima ketika semua kebutuhannya  terpenuhi maupun tidak terpenuhi.

Menurut falsafah orang Jawa. Hidup itu terdiri dari  jagad lahir dan jagad batin. Usaha kita untuk menangkap jagad lahir dan jagad batin dimulai dari fakultas pengetahuan kita, seperti  pikiran, mata, jiwa dan rasa, itu berbeda-beda. Bahagia itu dapat menangkap jenjang kualitas realitas hidup yang paling dalam yaitu pada  fakultas rasa kita. Menurut falsafah orang Jawa, bahwa seseorang itu dapat olah pikir, olah kehendak, dan olah rasa. Maqam tertingginya adalah aspek indah, aspek tentram.

Bahkan ada yang mengatakan bahwa orang yang paling halus di dunia ini adalah orang Jawa. Seluruh aspek keilmuan orang Jawa ada pada kesenian Wayang. Mulai dari aspek rasanya, seninya.

Menurut Agnes Widyasmoro, merasa bahagia ketika ia sudah bisa menerima kondisi sekarang bukan pada sesuatu yang tampak saja. Ketika ia sudah bisa menerima kondisi sekarang yang sudah ada. Penerimaan kondisi sekarang ini, yang dapat mendatangkan kebahagiaan pada diri saya. Walaupun ketika kita mendapatkan uang ada perasaan senang, tetapi Kebahagiaan tidak semata-mata memiliki banyak uang.

Menurut Wahyudi Anggoro Hadi, bahagia itu gampang tertidur di manapun tempat  berada dan dalam situasi dan kondisi apapun. Masih menurut Wahyudi, bahwa bahagia itu bisa menjalani waktu yang kita gunakan sampai hari ini dengan baik, karena besok hari misteri hidup atau matinya seseorang tidak ada yang tahu.

Membantu warga desa yang membutuhkan bantuan dalam rangka berbagi kebahagiaan sesuai dengan kemampuan kita  merupakan kebahagiaan tersendiri.

Menurut  salah satu peserta-yang kebetulan sebagai ketua Pakarti-Cahyo Nugroho menambahkan tentang ungkapan Jawa: “mending mikul dawet karo ura-ura daripada numpak Mercy karo mrebes mili.”

Lebih lanjut didiskusikan bahwa kebahagiaan tidak ada kaitannya dengan harta. Tetapi harta hanya sebagai alat saja. Kebahagiaan itu jika seseorang ikhlas menerima keadaan saat ini. Kebahagiaan itu  jika kita bisa mensyukuri semua nikmat Allah yang telah diberikan kepada manusia, demikian pendapat dari Ari Suryanto, ketua Bamuskal Panggungharjo.

Jagongan Selapanan Ketujuh, Sambang Kampung Kedua, yang diadakan di Padukuhan Jaranan dihadiri oleh banyak warga Padukuhan Jaranan dan tamu. Menurut saya, jagongan selapanan kali ini paling banyak pesertanya dibanding jagongan selapanan pertama sampai keenam sebelumnya. Jagongan Selapanan ketujuh kali ini, menurut Den Baguse Ngarso: “ jagongan  serasa kuliah umum”. Walaupun segmentasi pesertanya adalah warga desa, dan temanya pengetahuan lokal tetapi ternyata yang didiskusikan tidak kalah menarik jika dibandingkan dengan kajian-kajian yang ada di kampus-kampus (JNT).

Tentang Junaedi

Penulis esai. Penulis Buku Cuitan Wong Ndeso. Bekerja sebagai staf PSID, yang membawahi PCL.

Baca Juga

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

X