Badan Usaha

Kementerian Desa: “BUMDes Tanpa Dukungan Pemerintah, Bisnisnya Kecil”

pada

Panggungharjo (Syncoreconsulting.com) – Diskusi terbuka yang diadakan di Kampoeng Mataraman, Bantul, Yogyakarta, pada hari ini dihadiri puluhan perwakilan dari daerah dan kelembagaan. Acara ini adalah acara terakhir dari rangkaian kegiatan yang telah dimulai dua hari sebelumnya. Diskusi terbuka mempertemukan peserta dari perguruan tinggi, praktisi, pemerintah, dan pelaku BUMDes yang datang dari seluruh Indonesia.

Pembicara diskusi dengan tema “Peta Jalan dan Pokok Pikiran Penguatan dan Pengembangan BUMDes” ini dihadirkan dari desa percontohan dan pemerintah pusat. Empat pembicara yang dihadirkan adalah Wahyudi Anggoro Hadi (Kepala Desa Panggungharjo), Yanni Setiadiningrat (Sekretaris Desa Ponggok), Agus Setyanta (Direktur BUMDes Amarta), dan Febby Dt Bangso (Tenaga Ahli Kementerian Desa dan Ketua Forum BUMDes Indonesia).

“Kenapa Prukades, BUMDes, sarana olahraga, dan embung yang ditujukan untuk membangun infrastruktur dasar, karena ini diarahkan jadi modal ekonomi di desa. Ini yang belum dimaksimalkan oleh desa,” jelas Febby Dt Bangso, Tenaga Ahli Kementerian Desa.

Membahas tentang bisnis, masalahnya jika pelakunya selalu takut rugi. Febby mengatakan, bisnis itu selalu hitam-putih, rugi atau untung. Jika semua takut rugi, maka tidak akan berdiri unit bisnis. Padahal, desa sangat membutuhkan adanya sentra yang berkegiatan dalam perekonomian dalam bentuk yang beragam.

Selain itu, Tenaga Ahli Kementerian Desa ini juga menyoal bahwa BUMDes juga bukan semata profit oriented, tapi harus ada social benefit. “Di kampung saya, ada BUMDes Sasak Jaya yang bisa memotong rantai rentenir. Sekarang, dia bisa memasok bagian penting dari usaha hasil laut,” ujarnya.Hal berikutnya, pembentukan BUMDes yang sering lesu pada praktiknya seringkali terkait dengan dukungan lintaspihak. BUMDes akan sulit maju dengan cepat jika pemerintah daerah tidak secara langsung menyokong. “Lima puluh juta rupiah itu kecil sebagai alokasi oleh desa membangun BUMDes. Kalau desa saja berkomitmen tanpa dukungan pemerintah daerah (bupati misalnya), akhirnya kami kuatirkan bisnisnya kecil. Tapi, jangan sekedar MOU juga, dengan implementasi lapangan yang kita tidak harapkan, tidak konkrit,” ungkap Febby.

Sebagaimana data Kementerian Desa, jumlah BUMDes yang terbentuk telah mencapai lebih 17 ribu unit di seluruh Indonesia. Bentuknya beragam dalam berbagai konsep usahanya. “Ada BUMDes kreatif yang seperti Ponggok yang mampu mengelola potensi alam. Tapi ada juga BUMDes yang bentuk kerjanya perlu kita apresiasi karena mampu mengelola distribusi solar buat para nelayan. Social benefit-nya besar, karena masyarakat bisa menghemat banyak uang yang dikeluarkan untuk membeli bahan bakar jauh sebelumnya,” papar Febby.

“Sekolah Manajemen BUMDes dan BUMDes.id ini pun sangat membantu. Yogyakarta menjadi referensi, kita apresiasi karena mereka bisa menjadi inspirasi untuk banyak BUMDes di Indonesia,” pungkasnya. (riski dananto)

Sumber: Artikel tahun 2018 Syncoreconsulting.com

Tentang Fajar Budi Aji

Hanya seorang yang beranjak tua dan terus mencoba untuk lebih dewasa tanpa menghilangkan rasa kekanak-kanakannya. "Urip Iku Urup" dan "Rasah Wedi Dirasani Karena Hidup Banyak Rasa" Dua motto andalan inilah yang dijadikan pegangan dalam menjalani kehidupan sehari-harinya.

Baca Juga

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

X