Event

Darurat Sampah ke Daulat Sampah

Oleh

pada

Jagongan Selapanan Special Event merupakan salah satu bagian dari acara Festival Kebudayaan Mataraman “Mesem Marem” pada Sabtu kemarin (01/07/2023) yang berlangsung di area Kampoeng Mataraman Desa Panggungharjo Sewon Bantul DIY dengan mengambil tema: “Darurat Sampah ke Daulat Sampah”. Acara yang dihadiri oleh pemerintah, aktivis, perwakilan pondok pesantren, praktisi, komunitas, akademisi yang memiliki perhatian terhadap sampah menghasilkan beberapa Rekomendasi Rencana Aksi Jagongan Selapanan Darurat Sampah ke Daulat Sampah yang dibacakan oleh Aslili Ahisti.

Dimulai dari identifikasi problem pengelolaan sampah, menelurkan beberapa poin antara lain:

  1. Political Will Pemerintah Desa telah ada namun hanya yang punya perhatian terhadap isi pengelolaan sampah.
  2. Leadership Desa sangat menentukan keberhasilan pengelolaan sampah namun jumlah pimpinan desa yang memiliki keberpihakan pada pengelolaan sampah masih sedikit.
  3. Agen perubahan di level kalurahan atau kelurahan bermunculan namun belum banyak yang menyentuh isu pengelolaan sampah.
  4. Jaringan antar berbagai aktor yang berperan dalam pengelolaan sampah belum terbentuk.
  5. Dukungan dan pendampingan dari pemerintah pada Bumdesa dan komunitas pengelola sampah belum serius.
  6. Harga sampah yang dapat dijual sifatnya fluktuatif dan ditentukan oleh pasar, pemerintah belum mengatur soal harga sampah.
  7. Saat ini, sampah mayoritas dikelola oleh masyarakat secara mandiri dan berkelompok, pengelolaan yang dikelola Pemerintah Kalurahan atau Kelurahan masih sedikit.
  8. Pengelolaan sampah di level kalurahan/kelurahan yang dikelola oleh Bumdesa atau komunitas keberlanjutananya masih kecil.
  9. Minimnya kesadaran tentang pengelolaan sampah dari hulu ke hilir.
  10. Perilaku masyarakat soal sampah mayoritas pada tahap buang, belum pada tahap memilah.

Bagian kedua adalah beberapa poin tentang potensi pengelolaan sampah, antara lain:

  1. Adanya kolaborasi Pemerintah Desa, Bumdesa, Swasta dalam pengelolaan sampah.
  2. Adanya Political Will Pemerintah Kabupaten dalam bentuk Surat Edaran Bupati tentang pengelolaan sampah.
  3. Adanya praktik baik pengelola sampah di level kalurahan atau kelurahan.
  4. Adanya forum bank sampah sebagai arena komunikasi belajar dan berbagai antar pengelola sampah.
  5. Adanya kolaborasi pengelola sampah antara kelompok masyarakat dengan pengelola sampah swasta online sehingga memudahkan masyarakat mengelola sampah.

Dan bagian akhir terdapat beberapa poin tentang rumusan rekomendasi rencana aksi jagongan selapanan, antara lain:

  1. Kebijakan pengelolaan sampah di DIY harus komprehensif dan diatur mulai dari hulu ke hilir.
  2. Kebijakan pengelolaan sampah termasuk RAPERDA Pengelolaan Sampah Regional Piyungan yang sedang disusun di DIY perlu melihat aspek-aspek sebagai berikut:
    • Mengubah perspektif buang menjadi pemrosesan.
    • Perspektif zero waste harus ada dalam kebijakan.
    • Skema industrialisasi sampah
    • Segmentasi pengelolaan sampah lebih spesifik dari sisi struktur pendidikan, Kesehatan, industri dan lain-lain.
    • Peran masyarakat dalam konteks gerakan revolusi zero waste sampah dari lembaga pendidik mulai dari TK, SD, SMP, SMA dan institusi sederajat atau Perguruan Tinggi.
    • Skema insentif dan disintensif tidak selalau bernilai ekonomis.
    • Sanksi efek jera di lakukan dengan tidak melanggar hak-hak warga.
    • Efektif penggunaan anggaran.
    • Pengadaan lahan untuk pengelolaan sampah dipermudah.
    • Aktor-aktor penggerak pengelola sampah pada tingkat komunitas desa harus didukung,
  3. Apabila aspek di atas poin kedua tidak terakomodir dalam RAPERDA Pengelolaan Sampah Regional PIyungan maka aspek tersebut dapat dimasukkan dalam Peraturan Pelaksana dan Perda Sampah.
  4. Pembentukan atau maksimalisasi peran forum pengelola sampah sebagai forum best practice tentang pengelolaan sampah.
  5. Penyadaran tokoh-tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh muda, tokoh perempuan tentang isu sampah.
  6. Tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh muda, pengurus gereja, takmir masjid, organisasi masa, PKK menjadi agent of change isu sampah.
  7. Advokasi ke Pokja 4 PKK Kabupaten/Kota tentang isu pengelolaan sampah
  8. Memperbanyak inisiasi kolaborasi pengelolaan sampah antara Pemerintah Desa, Bumdesa dan swasta.
  9. Pelatihan tentang tata kelola sampah kepada Bumdesa dan pengelola sampah berbasis komunitas.
  10. Tokoh agama, tokoh masyarakat, tokoh muda, tokoh wanita, pengurus gereja, takmir masjid, organisasi masa dan PKK melakukan edukasi kepada masyarakat untuk mengubah perilaku buang menjadi memilah.

Adapun beberapa stakeholder strategis yang harus dilibatkan dalam kolaborasi pengelolaan sampah adalah sebagai berikut:

  1. CSR
  2. Anggota Dewan (DPRD)
  3. Dinas Lingkungan Hidup
  4. Dinas Pendidikan.
  5. Dinas Kesehatan.
  6. Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa.
  7. Pemerintah Desa.
  8. Bumdesa.
  9. Pengelola sampah berbasis komunitas.
  10. Perusahaan swasta.
  11. Pengelola sampah swasta.
  12. Tokoh agama.
  13. Tokoh masyarakat.
  14. Tokoh muda.
  15. Tokoh perempuan.
  16. Organissasi masa, dan
  17. PKK.   (JND)

 

 

Tentang Junaedi

Penulis esai. Penulis Buku Cuitan Wong Ndeso. Bekerja sebagai staf PSID, yang membawahi PCL.

Baca Juga

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

X