Badan Usaha

BERTAHAN DALAM BADAI ; Semacam Pendahuluan atas Laporan Pertanggungjawaban Pengelolaan BUM Desa Panggung Lestari 2020/2021

pada

‘Jika Anda tahu musuh dan mengenal diri sendiri, Anda tidak perlu takut hasil dari seratus pertempuran. Jika Anda mengenal diri sendiri, tapi bukan musuh, untuk setiap kemenangan yang diperoleh Anda juga akan menderita kekalahan. Jika Anda tidak tahu akan musuh maupun diri sendiri, Anda akan menyerah dalam setiap pertempuran’ – Sun Tzu , The Art of War

Tahun penuh tantangan, menjadi frase paling tepat untuk menggambarkan bagaimana ketidakpastian oleh sebab perubahan dalam keseluruhan aspek yang terjadi dalam waktu cepat, yang kemudian melahirkan situasi yang serba ambigu dan kompleks. Tidak hanya perusahaan besar, yang oleh karena postur usaha yang gemuk dan cakupan usaha yang luas, yang mengalami kesulitan untuk melakukan shifting/pergeseran dalam model, proses maupun strategi bisnisnya. Pandemi juga mengancam keberlanjutan usaha menengah, kecil maupun mikro termasuk BUM Desa.

Sedari awal pandemi muncul pada bulan Maret 2020 sampai dengan satu setengah tahun kemudian, hampir semua indikator ekonomi baik mikro maupun makro mengalami pelemahan secara signifikan, hal ini menjadi gambaran bahwa kelesuan ekonomi terjadi secara merata. Hari ini bisa kita lihat berapa banyak pengusaha laundry, warung makan, penginapan dan kos kosan, pedagang souvenir dan oleh oleh, pedagang mainan dan jajanan anak sekolah, toko alat tulis dan jasa fotocopyan serta ragam usaha lain yang dikelola oleh masyarakat kecil kehilangan sebagian besar pendapatanya. Kehilangan pendapatan berarti hilangnya daya beli. Tergerusnya kemampuan daya beli mendorong perubahan pola konsumsi. Pengeluaran hanya untuk kebutuhan pokok dan mendasar. Masyarakat terutama golongan menengah keatas menahan diri untuk membelanjakan uangnya atas barang barang yang tidak dianggap pokok. Belanja rumah tangga lebih diperuntukan untuk pemenuhan kebutuhan dasar dan belanja untuk kesehatan khususnya yang terkait dengan pencegahan dan pengobatan infeksi corona virus. Kebijakan pembatasan mobilitas dan aktifitas  masyarakat turut berperan dalam penurunan permintaan domestik secara umum.

Ditengah situasi yang serba tidak pasti, BUM Desa, entitas ekonomi desa yang dalam kelembagaannya berbeda dengan entitas ekonomi lainnya, menghadapi persoalan dengan dimensi yang cukup berbeda, untuk tidak mengatakannya lebih rumit. Persoalan yang melingkupi BUM Desa bukan hanya bisnis yang dimensi permasalahannya lebih teknis-pragmatis, tetapi ada dimensi social dan politik yang juga memiliki kerumitan tersendiri.

Menurunnya pendapatan BUM Desa selama pandemi, menuntut adanya efisiensi disemua lini, tidak terkecuali untuk belanja gaji dan upah karyawan maupun tenaga kerja lainnya. Di antara semua lini pengeluaran, efisiensi atas belanja gaji dan upah menjadi sesuatu yang paling dilematis.

Strategi generik yang biasa dilakukan dalam memangkas biaya gaji dan upah adalah penyesuaian sistem pekerjaan, pengurangan jam kerja, penghitungan ulang standar upah kerja sampai dengan pengurangan tenaga kerja. Menjadi sederhana jika yang melakukan strategi ini adalah entitas bisnis murni yang menjalankan usahanya secara an sich, tetapi tidak bagi BUM Desa, yang merupakan entitas bisnis yang melekat dengan entitas negara yaitu pemerintah desa. Bagaimanapun BUM Desa, yang dalam perspektif social, diperankan oleh pemerintah desa sebagai salah satu instrument perlindungan social khususnya bagi kelompok masyarakat yang memiliki keterbatasan akses untuk memperoleh sumber penghidupan yang layak.

Memilih untuk tetap memperkerjakan semua staf yang  disertai dengan perubahan status dari karyawan tetap menjadi pegawai harian lepas atau dengan tetap mempertahankan status sebagai karyawan tetap yang diikuti dengan merumahkan sebagian karyawan lainnya bukanlah perkara gampang. Misalnya kemudian pilihannya adalah merubah status ketenagakerjaan dengan tetap mempertahankan semua karyawan tetap bekerja, persoalannya adalah pada saat operasional usahanya harus berhenti sementara, kira kira pekerjaan apa yang masih dapat dilakukan dengan memanfaatkan pegawai yang ada. Belum lagi pertanyaan terkait dengan seberapa kemampuan cadangan modal BUM Desa dapat menopang kegiatan non operasional yang tentunya nir laba tersebut?

Atau jika pilihannya adalah dengan merumahkan sebagian karyawan, memilih untuk merumahkan mas muji atau mbok temu atau tenaga kerja lainnya, membutuhkan hati yang tatag dan kemampuan memendam lara. Bagaimana tidak, mas Muji pemuda berusia 40an tahun, yang  jika dilihat dari usianya, sudah waktunya untuk berumah tangga sendiri,  akan tetapi oleh sebab dia harus menjadi tulang punggung ekonomi bagi ibu, kakak dan adiknya yang semuanya mengalami keterbatasan (ibu dan kakaknya semenjak mengalami kecelakaan memiliki kecacatan fisik sehingga mobilitasnya sangat terbatas dan seorang adiknya yang menderita gangguan kejiwaan) menjadi sebab dia harus menunda keinginan untuk berumah tangga sendiri. Tidak jauh berbeda dengan kondisi mas Muji,  mbok Temu (62 tahun),   alih alih memikirkan pensiun, perempuan kepala keluarga ini, masih harus terus bekerja agar tetap bisa tinggal dan hidup di kamar kontrakan yang dia sewa bulanan. Mbok Temu menggantikan peran suaminya yang tidak lagi mampu mengayuh becak sewaan. Kondisi mas Muji dan mbok Temu ini mewakili sebagian besar kondisi karyawan yang diperkerjakan oleh BUM Desa, bergelut dalam keterbatasan untuk sekedar memenuhi kebutuhan hidup paling dasar; sandang, pangan dan papan.

Ilustrasi diatas, kira kira memberikan gambaran bahwa ruang yang tersedia bagi BUM Desa dalam mengambil langkah efisiensi terhadap belanja gaji dan upah tidaklah seluas dan seluwes entitas bisnis lainnya. Mencari titik keseimbangan antara efisiensi sebagai strategi bertahan dengan kewajiban untuk menjadi jaring pengaman social menjadi satu seni manajemen tersendiri.

Hilangnya sebagian besar pendapatan, juga menuntut BUM Desa Panggung Lestari untuk dapat mencari sumber pendapatan lainnya. Selama pandemi, sebagian lini usaha terpaksa dihentikan sementara atau bahkan ditutup secara permanen. Dalam rangka memitigasi dampak kesehatan dari pandemi, sekaligus dalam rangka untuk beradaptasi dengan lingkungan ekonomi yang berubah, dari enam unit usaha yang dimiliki oleh BUM Desa Panggung Lestari, yaitu Kampoeng Mataraman, KUPAS, Agrobisnis, Akademi Komunitas, Swadesa, dan Sinergi Panggung Lestari, lima diantaranya berhenti beroperasi. Hanya unit jasa pengelolaan lingkungan ‘KUPAS’ yang relatif tidak terdampak.

Kampoeng Mataraman sempat berhenti beroperasi pada tiga bulan pertama pandemi, dan baru buka kembali pada tanggal 29 Juni 2020 bertepatan dengan tanggal pertama operasional tiga tahun sebelumnya. Unit agrobisnis ditutup secara permanen untuk selanjutnya pengelolaan lahan dimasukan dalam unit Kampoeng Mataraman. Untuk Sinergi Panggung Lestari, lini  bisnis yang memproduksi minyak nyamplung setelah sempat berhenti, 4 bulan kemudian kembali operasional dengan menggeser positioning. Sedangkan Akademi Komunitas, lini usaha yang mengelola pelatihan dan kunjungan tamu dihentikan secara permanen, untuk selanjutnya, kegiatan pelatihan dan pengelolaan kunjungan dilekatkan dengan fungsi kesekretariatan (corporate secretary). Dan unit usaha Swadesa, lapak penjualan aneka ragam produk oleh oleh dan souvenir juga ditutup secara permanen.

Refocusing, repositioning maupun likuidasi atas beberapa unit usaha sebenarnya bukan merupakan agenda kegiatan BUM Desa yang direncanakan dalam dokumen perencanaan strategis tahun sebelumnya akan tetapi langkah ini merupakan respon cepat dalam upaya untuk memitigasi situasi kedaruratan.  Meskipun demikian, masih terdapat program kegiatan yang menjadi bagian dari rencana strategis yang dilaksanakan, salah satunya adalah rencana pengembangan area depan Kampoeng Mataraman, untuk kegiatan MICE (Meeting, Incentive, Convention, and Exhibition). Pada awal tahun 2021, area MICE ini diresmikan dengan nama The Plataran.

Implementasi atas rencana perubahan tahun buku juga tetap dilaksanakan. Tahun buku merupakan periode pembukuan atas aktifitas keuangan maupun aktifitas operasional BUM Desa. Jika pada tahun sebelumnya, tahun buku diawali mulai tanggal 1 Januari 2019 dan berakhir pada tanggal 31 Desember 2019 maka pada tahun operasi 2020 diawali pada tanggal 01 Juli 2020 dan berakhir pada tanggal 30 Juni 2021. Sedangkan kegiatan operasional antara tanggal 01 Januari sampai dengan 30 Juni 2020 ditetapkan sebagai periode transisi.

Transformasi merupakan isu strategis yang menjadi program prioritas BUM Desa sejak tahun 2018. Akan tetapi wacana transformasi pada waktu itu lebih didorong dalam rangka untuk mempersiapkan BUM Desa dalam memasuki fase mature. Pada tahun 2019, BUM Desa mengkonsolidasi pendapatan dari pendapatan keenam unit usahanya sebesar Rp. 6.332.124.900,- (enam milyar tiga ratus tiga puluh dua juta seratus dua puluh empat ribu sembilan ratus rupiah). Yang berarti bahwa pada tahun 2019, Panggung Lestari berhasil naik kelas dari kategori perusahaan kecil menjadi perusahaan kelas menengah. Berubahnya status perusahaan dari kecil ke menengah harus diikuti dengan perubahan kultur organisasi dan manajemen. Karena dimensi persoalan yang dihadapi oleh perusahaan kelas menengah tidak lagi berkutat dengan masalah masalah primary seperti pasokan bahan baku, teknis operasional maupun pasar tetapi lebih kepada aspek kelembagaan, aspek sumber daya manusia maupun permodalan. Perubahan dimensi persoalan sebagai akibat dari perubahan level bisnis BUM Desa Panggung Lestari inilah yang mendorong transformasi pada tahun 2019 dilakukan.

Berbeda dengan transformasi yang dilakukan pada tahun sebelumnya, transformasi yang dilakukan pada masa transisi diarahkan guna memitigasi dampak pandemi terhadap usaha BUMDesa. Pemerintah desa menyakini, daya rusak yang ditimbulkan oleh pandemi mengancam keberlanjutan usaha BUM Desa. Menyakini bahwa, covid-19 mendekontruksi semua tatanan tanpa teriakan revolusi! yang tidak hanya memunculkan problem medis tetapi juga merubah tatanan politik, tatanan social termasuk tatanan ekonomi. Sehingga transformasi BUM Desa dilakukan untuk melihat ulang keseluruhan aspek bisnis guna merubah model, proses maupun strategi bisnisnya.

Berangkat dari perspektif tersebut, kebijakan pemerintah desa dalam penanganan pandemi sedapat mungkin dapat melingkupi keseluruhan aspek yang terdampak, baik aspek kesehatan masyarakat, aspek social dan aspek ekonomi, sehingga kebijakan tersebut juga harus dapat sekaligus menjadi pengungkit bagi keberlangsungan BUM Desa Panggung Lestari. Kebijakan tersebut setidaknya dapat melahirkan suatu ekosistem transformasi yang secara tidak langsung dapat memperkuat ketangguhan BUM Desa untuk bertahan.

Kurang dari tiga minggu sejak kasus covid pertama di Indonesia diumumkan, pemerintah desa Panggungharjo telah mendirikan gugus tugas dalam rangka penanganan pandemic dengan nama Panggung Tanggap Covid-19 (PTC-19). Gugus  tugas ini memainkan peran sentral dalam pengelolaan krisis (crisis management centre) yang tidak hanya bergerak dalam rangka pengurangan dampak kesehatan, tetapi sekaligus juga untuk menangani dampak social maupun ekonomi, termasuk BUM Desa.

Gambar Tatakala Penanganan Covid-19 di Desa Panggungharjo Tahun 2020

Tiga hari setelah gugus tugas didirikan, pemerintah desa meluncurkan aplikasi monitoring kesehatan harian berbasis web untuk melakukan pemetaan pola persebaran dan monitoring kesehatan harian warga, selang empat hari kemudian, platform digital kedua diluncurkan dimana platform ini digunakan dalam pemetaan kondisi ekonomi warga.

Aplikasi pemetaan kondisi ekonomi warga ini merupakan alat yang digunakan untuk mengukur tingkat kerentanan ekonomi warga yang disebabkan oleh karena adanya pandemic. Derajat kerentanan ditentukan berdasarkan tujuh aspek yang mempengaruhi perilaku ekonomi keluarga, yaitu jenis pekerjaan, besaran dan jenis pendapatan, pola konsumsi, kepemilikan asset, kepemilikan dana cadangan, kepemilikan jaminan social serta keberadaan kelompok rentan. Pemetaan kondisi ekonomi rumah tangga ini juga menjadi basis utama penyusunan kebijakan selain untuk penanganan dampak ekonomi yang mungkin dihadapi oleh warga desa, sekaligus digunakan untuk memperkirakan besaran potensi keberdayaan social yang dapat dimobilisasi untuk membangun ketahanan kolektif.

Gambar Modul Mitigasi Dampak Ekonomi

Dari 9.608 KK di panggungharjo, sebanyak 7.954 KK diantaranya melaporkan kondisi perekonomian mereka. Dari jumlah keluarga yang melaporkan tersebut, sebesar 32,27 % berada dalam kategori sangat rentan, 44,10 % termasuk dalam kategori rentan dan 14,47 % diantaranya berkategori cukup rentan dan hanya 9,15% yang tidak mengalami kerentanan ekonomi.

Dalam penanganannya, untuk warga yang teridentifikasi sangat rentan dan rentan difokuskan dalam rangka untuk pencegahan kerawanan pangan melalui pembagian bahan pangan dan menjalankan program padat karya tunai desa sebagai sumber penghasilan alternatif bagi sebagian warga desa yang sementara waktu kehilangan pekerjaan akibat pandemi. Lalu bagaimana dengan warga yang masuk dalam kategori cukup rentan dan tidak rentan yang sebenarnya masih memiliki cukup daya beli? Dalam rangka untuk memanfaatkan cadangan ekonomi yang terdapat pada warga desa yang tidak rentan dan cukup rentan tersebut, pemerintah desa menginisiasi platform e-commerce berbasis web dengan nama pasardesa.id

Gambar Penanganan Dampak Ekonomi

Pasardesa.id yang di launching oleh Menteri Desa PDTT pada tanggal 14 April 2020, merupakan upaya pemerintah desa dalam rangka untuk menjaga stabilisasi rantai pasok komoditas pokok dengan mempertemukan antara daya beli dari sebagian warga desa yang relatif tidak terdampak dengan barang persediaan yang tertahan baik yang  berada di toko, warung, petani maupun peternak yang berada di desa Panggungharjo. Dengan demikian, cadangan ekonomi yang tersimpan disebagian warga desa yang tidak mengalami kerentanan tersebut, tidak hanya digunakan untuk memenuhi kebutuhan akan tetapi sekaligus dapat digunakan dalam memperkuat ketahanan ekonomi desa. ‘Berbagi Belanja’ menjadi tagline yang diharapkan dapat mewakili proposisi nilai dari pasardesa.id yaitu; mitigatif, kolaborasi, solidaritas dan ekonomi berbagi.

Gambar Model Bisnis Pasardesa.id versi 01

Sebagai bagian dari upaya untuk membangun ekosistem baru bagi BUM Desa, maka kegiatan mitigasi ekonomi, khususnya dalam kerangka stabilisasi rantai pasok melalui pasardesa.id tersebut dimandatkan kepada BUM Desa. Dan pada akhirnya pasardesa.id menjadi ruang pembelajaran bagi BUM Desa tentang bagaimana membangun bisnis social-commerce, dimana warga desa berperan tidak hanya sebagai produsen tetapi sekaligus menjadi konsumen dan merangkainya dalam satu ekosistem digital. Selama menjalankan peran mitigasi, pasardesa.id mencatat perkembangan yang terus meningkat. Dalam 25 hari pertama operasi, pasardesa.id membukukan nilai transaksi lebih dari seratus juta rupiah yang berasal dari 2.480 transaksi, terdapat 668 produk terjual yang berasal dari 57 mitra pasok yang berada di desa Panggungharjo.

Gambar Profil transaksi pasardesa.id dalam 25 hari pertama operasi

Dalam perjalanannya, pasardesa.id terus tumbuh dan berkembang baik dari skala maupun model bisnisnya. Memulai sebagai upaya stabilisasi rantai pasok dalam skala satu desa, kemudian menjadi aplikasi pendukung program Bantuan Langsung Tunai Dana Desa (BLT DD) bagi lima desa yang berada lima kecamatan di Kabupaten Bantul dan pada Februari 2021 kemarin, pasardesa.id bertransformasi menjadi pasardesa app yang  bisa diunduh melalui playstore dan bergerak melintasi batas wilayah propinsi, sehingga saat ini pasardesa menjadi jembatan bagi pertukaran komoditas antar desa bagi 51 BUM Desa yang tersebar di wilayah Nusantara.

Seiring dengan pergerakan BUM Desa dalam mengelola pasardesa.id, gugus tugas Panggung Tanggap Covid-19 (PTC-19) mencoba mendesiminasikan gagasan untuk membaca desa mengeja ulang Indonesia melalui Kongres Kebudayaan Desa sebagai respon atas terdekontruksinya semua tatanan sebagai dampak atas pandemi.

Kongres Kebudayaan Desa yang digelar mulai 1 Juni – 15 Agustus 2020 dengan kegiatan meliputi riset, call for paper, serial webinar, penerbitan buku, festival dan deklarasi. Dalam penyelenggaraanya, konggres yang dilaksanakan secara daring maupun luring ini menempati salah satu bangunan di komplek Kampoeng Mataraman. Pilihan untuk menjadikan kampoeng mataraman sebagai sekretariat dan tempat penyelenggaraan kegiatan kongres adalah untuk mengalirkan darah segar bagi kampoeng mataraman setelah lebih kurang tiga bulan berhenti beroperasi. Setidaknya biaya untuk memenuhi kebutuhan makan, minum, sewa tempat dan peralatan selama kegiatan kongres berlangsung dapat menjadi pendapatan yang bisa digunakan untuk menutup beban operasional Kampoeng Mataraman diawal awal operasi.

Mendesain captive market dalam pemulihan usaha untuk menghasilkan pendapatan awal adalah pilihan strategi yang paling masuk akal ditengah kelesuan ekonomi.  Menghubungkan secara digital cadangan ekonomi dan daya beli masyarakat desa dengan barang persediaan yang tersedia di warga desa lainnya melalui pasardesa.id; mengoptimalkan belanja bantuan social berputar selama mungkin didesa dengan menyalurkan BLT DD secara non tunai dan kemudian mengintegrasikannya dengan pasardesa.id; menyelenggarakan kegiatan yang relevan dengan pandemi berupa kongres kebudayaan desa sebagai magnet baru bagi Kampoeng Mataraman; merupakan salah satu strategi untuk meningkatkan permintaan oleh kita sendiri (self generating demand). Karena dalam kondisi resesi, pendapatan tidak bisa berharap dari ceruk pasar diluar ekosistem. Inner circle lah yang seharusnya menghidupi.

Berhentinya kegiatan operasional dari sebagian besar unit usaha tersebut yang bersamaan dengan masa transisi perubahan tahun buku, menjadikan Pemerintah Desa menemukan momentum untuk menata ulang keseluruhan bisnis BUM Desa. Dan meskipun dilevel manajemen keliatan gagap, tetapi kebijakan politik dari pemerintah desa untuk membalik arah strategi bisnis BUM Desa terbukti mampu menjadikan BUM Desa Panggung Lestari masih bertahan sampai dengan saat ini.

Dimensi politik berpengaruh terhadap keluwesan pemerintah desa dalam mengambil kebijakan strategis khususnya terhadap BUM Desa. Padahal dalam situasi yang sangat volatile, kecepatan dalam mengambil keputusan menjadi salah satu penentu keberhasilan dalam bertahan. Merubah model dan proses bisnis tanpa diikuti perubahan struktur organisasi adalah sebuah keniscayaan. Padahal secara normatif, perubahan struktur organisasi mensyaratkan pemenuhan atas beberapa ketentuan dalam peraturan yang ada. Belum lagi adanya perubahan kebijakan nasional atas BUM Desa melalui pasal 117 UU 11/2020 tentang Cipta Kerja dan PP 11/2021 tentang BUM Desa yang menyimpan tantangan tersendiri bagi perkembangan BUM Desa kedepan.

Berdasarkan Peraturan Desa Panggungharjo nomor 09 tahun 2015 tentang BUM Desa disebutkan bahwasanya untuk melakukan penggantian pelaksana operasional harus dilakukan melalui mekanisme musyawarah antara Pemerintah Desa dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD). Dalam situasi normal, untuk menyelenggarakan musyawarah tersebut tentulah mudah, tetapi berbeda situasinya saat pandemi, dimana aktifitas dan mobilitas terbatas dan hampir semua potensi dan sumberdaya terkuras untuk melakukan penanganan dampak pandemi, menyelenggarakan musyawarah untuk membahas satu agenda yang tidak terkait langsung dengan penanganan kebencanaan dan kedaruratan adalah sesuatu yang tidak mencermikan empati atas keselamatan public. Sehingga sebagai jalan tengah, agar kemudian tidak menabrak koridor regulasi, maka fungsi pelaksana operasional di status quo kan dan kendali atas pengelolaan BUM Desa menjadi tanggung jawab langsung dari Lurah .

Perubahan tahun buku yang menjadikan semester pertama tahun 2020 ditetapkan sebagai periode transisi juga menjadi alasan yang kuat bagi pemerintah desa untuk tidak segera menetapkan pelaksana operasional secara definitive, meskipun masa jabatan pelaksana operasional berakhir pada bulan Maret 2020. Pilihan untuk tidak segera menetapkan kepengurusan yang definitif adalah agar pemerintah desa mempunyai ruang yang cukup untuk mengawal transformasi BUM Desa secara lebih intens.

Restrukturisasi besar besaran dilakukan, pengelolaan resiko menjadi acuan. Pemerintah desa memutuskan untuk tidak memperpanjang masa jabatan dari ketua pelaksana operasional dan memilih untuk mengangkat pelaksana tugas (plt) direktur untuk mengkoordinasikan perubahan struktur organisasi dan tata kerja secara mendasar dengan lebih menekankan focus manajemen internal pada unit usaha bukan pada holding.

Struktur holding didesain lebih ramping dengan hanya menyisakan plt direktur, plt sekretaris dibantu dengan satu wakil sekretaris. Pelaksana tugas sekretaris, disamping menjalankan fungsi keuangan dan kesekretariatan, plt sekretaris diberikan tugas sebagai penanggung jawab unit pasardesa.id. Unit kerja kesekretariatan yang menjalankan fungsi litbang, urusan umum dan personalia dihapuskan dan selanjutnya secara fungsi dijalankan oleh wakil sekretaris. Manajer Program yang merupakan manajemen tengah yang sebelumnya mengkoordinasikan kerja kerja manajerial dalam satu rumpun usaha dihapus untuk kemudian fungsi manajerial di lekatkan pada fungsi operasional dimasing masing kepala unit usaha.

Perampingan struktur organisasi juga dilakukan dilevel unit usaha, unit kerja yang tidak terkait langsung dengan bisnis inti dihapus atau digabungkan dengan unit kerja yang lain. Unit kerja agrobisnis dan swadesa di tutup secara permanen. Unit usaha EO dan Akademi Komunitas ditutup secara permanen dan untuk selanjutnya secara fungsi dilekatkan kedalam kesekretariatan. Unit Kupas dikembalikan fokusnya kepada bisnis inti yaitu jasa pengelolaan sampah rumah tangga, proyek Taman Apa Ini Apa Itu dan kupas.id yang merupakan lini produk baru dari Kupas di hentikan.

Struktur organisasi dan tata kerja dibuat sedemikian lentur sehingga memungkinkan pemerintah desadapat mengambil langkah strategis secara cepat. Rotasi sumber daya kunci menjadi salah satu langkah yang paling dramatis. Shollahuddin Nur Azmy, yang sebelumnya menjabat sebagai corporate secretary diperbantukan kedalam gugus tugas PTC-19 sebagai koordinator Data dan Informasi. Junaedi Imfat, yang sebelumnya menjabat sebagai kepala unit Agro dan Swadesa digeser ke dalam unit KUPAS.  Eko Pambudi, yang sebelumnya menjabat sebagai direktur BUM Desa digeser menjadi wakil direktur di PT. Sinergi Panggung Lestari dan untuk selanjutnya pelaksana tugas direktur di jabat oleh Ahmad Arief Rohman. Penunjukan Ahmad Arief Rohman, seorang yang baru saja lulus strata satu, sempat menjadi pertanyaan banyak pihak baik dilingkungan internal BUM Desa dan pemerintah desa maupun pertanyaan yang berasal dari lingkungan eksternal.

Bukannya tanpa sebab pemerintah desa menunjuk yang bersangkutan. Basis pengetahuan dalam bidang akutansi dan pengelolaan data keuangan yang cukup baik, ditambah dengan sedikit pengalaman yang diperoleh selama 6 bulan magang di BUM Desa Panggung Lestari menjadi salah satu alasan penunjukan Ahmad Arief Rohman, sebagai pelaksana tugas direktur. Tetapi yang sebenarnya menjadi alasan yang melatarbelakangi kebijakan tersebut adalah karena yang bersangkutan relatif berjarak dengan BUM Desa.

Pemerintah desa untuk dapat mengambil keputusan secara cepat memerlukan penilaian obyektif atas situasi yang sedang terjadi. Obyektifitas hanya bisa diperoleh dari subyek yang relative memiliki jarak dengan obyek yang sedang diamati. Subyek yang tidak terkait langsung dengan obyek permasalahan tetapi memiliki pemahaman yang baik atas konteks permasalahan. Pengalaman sebagai pegawai magang, sedikit banyak membentuk pengetahuan dalam memahami konteks persoalan yang sedang terjadi di BUM Desa.

Pemerintah desa untuk dapat mengambil keputusan secara tepat sekaligus untuk dapat menyusun proyeksi kedepan membutuhkan asupan data yang valid yang dihasilkan dari instrument data yang reliable. Perubahan sistem pencatatan keuangan dari yang berbasis kas  (cash basis) menjadi berbasis akrual (accrual basis) adalah langkah siluman dari Ahmad Arief Rohman yang tidak banyak diketahui. Pencatatan keuangan berbasis akrual lebih dapat memberikan gambaran secara jelas bagi pemerintah desa terkait dengan pendapatan, acuan modal, memudahkan dalam pengukuran asset, kewajiban dan ekuitas serta dapat memberikan informasi yang akurat dan jelas sehingga dapat mengurangi resiko kerugian baik jangka pendek maupun dalam jangka panjang.

Masa transisi adalah waktu untuk melakukan adaptasi. Masa transisi adalah waktu untuk melangkah dengan inovasi. Dan masa transisi adalah waktu untuk membangun tata kelola kolaborasi. Perubahan tahun buku adalah peluang untuk mengubah sistem akutansi dan manajemen keuangan. Berakhirnya periode kepengurusan adalah peluang untuk merestrukturisasi sistem organisasi dan tata kerja. Berubahnya lingkungan bisnis adalah peluang untuk menata ulang unit kerja dan melakukan efisiensi. Dan pandemi adalah peluang untuk mempercepat proses digitalisasi.

Dari pengantar singkat diatas, kepiawaian mengorkestrasi kebijakan dan kecepatan dalam mengambil keputusan menjadi penentu, apakah BUM Desa  dapat melewati tantangan pandemi dengan selamat ataukah gulung tikar untuk kemudian menjadi salah satu bagian dari cerita tentang sejarah perjalanan, bahwa dulu…, kita pernah berjaya.., ya dulu sebelum negara api menyerang.

Pengantar yang tidak akan pernah disampaikan dalam berbagai ragam materi pelatihan yang seringkali digelar oleh BUM Desa maupun lembaga desa yang lain, karena sebagaimana apoteker, akan lebih mudah meracik obat bagi orang lain, akan tetapi menjadi sulit ketika harus meracik obat yang harus diminum sendiri. Karena dia tahu bagaimana interaksi antar obat dapat menimbulkan efek samping yang kadang bisa jadi dampaknya lebih parah dibandingkan dengan penyakitnya sendiri.

Wallahu a’lam bishawab

Wahyudi Ahadi I Movement

Tentang Eka Birawan

kadang kesendirian lebih berharga, ketimbang kebersamaan yang tidak independent

Baca Juga

1 Komentar

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

X