Kebencanaan

Adu Cepat Inovasi Digital VS Covid-19: Cerita Penanganan Covid-19 di Kalurahan Panggungharjo

Oleh

pada

Nama saya Ahmad Mizdad Hudani yang biasa dipanggil Dani. Lulusan Teknik Elektro Universitas Gadjah Mada yang saat ini menjadi Direktur Eksekutif Yayasan Sanggar Inovasi Desa. Sebelumnya pernah menjadi Manajer IT di Pengelola Sistem Informasi Desa (PSID) Panggungharjo, dan terlibat dalam Kongres Kebudayaan Desa tahun 2020 sebagai IT Support.

Dua minggu setelah pengumuman kasus pertama Covid-19 oleh Presiden Jokowi. Lurah Panggungharjo, Wahyudi Anggoro Hadi, mengundang beberapa pihak untuk rapat koordinasi pertama pembentukan satgas covid-19 skala desa. Satgas ini kemudian dinamai sebagai Panggung Tanggap Covid-19 (PTC-19). Sesuai dengan namanya, satgas ini merupakan langkah tanggap dari Desa Panggungharjo. Meskipun saat itu belum ada laporan kasus Covid di Panggungharjo.

Dalam rapat koordinasi PTC-19 tersebut, diputuskan sebuah strategi yang kemudian hari terbukti tepat, yaitu penanganan pandemi dengan pendekatan digital. Berbagai macam inovasi digital tercipta selama berjalannya PTC-19 ini. Berkaitan dengan inovasi digital tersebut, tim Data dan Informasi memainkan peran penting. Dalam artikel saya di laman website milik Desa Panggungharjo yang berjudul “Serba-serbi PTC-19: Melawan Covid-19 dari Sudut Pandang Sepak Bola”, saya meletakkan tim Data dan Informasi sebagai pemain bertahan di depan kiper. Tugasnya layaknya Ball Playing Defender, yaitu mengambil bola secepat mungkin dengan tekel agresifnya menggunakan platform sistem informasi yang dikembangkan. Kemudian dengan cepat mensuplai data dan informasi yang telah dikumpulkan kepada tim lain.

PTC-19 sendiri bergerak dengan melakukan tiga jenis mitigasi, yaitu mitigasi klinis, mitigasi sosial dan mitigasi ekonomi. Ketiga mitigasi tersebut tentunya menggunakan teknologi digital sebagai senjata perangnya.

Mitigasi Sosial

Mitigasi sosial ini berkaitan dengan bagaimana mewujudkan kondisi sosial yang kondusif di masa pandemi. Di awal-awal masuknya Covid di Indonesia, berbagai macam hoax atau berita bohong muncul. Akibatnya sebagian masyarakat tidak percaya dengan adanya Covid-19. Kondisi sosial yang tidak kondusif tersebut coba diurai oleh PTC-19 dengan membuat Whatsapp Group (WAG), baik skala desa maupun skala pedukuhan.

WAG ini selain digunakan sebagai media untuk koordinasi dan berbagi informasi, juga digunakan untuk menangkal menyebarnya berita bohong dikalangan warga Panggungharjo. Lurah Panggungharjo yang masuk di seluruh WAG, dari WAG tingkat desa hingga pedukuhan menjadi aktor utama menangkal beredarnya berita bohong. Sebagai admin WAG, beberapa kali Pak Lurah mematikan fungsi mengirim pesan bagi anggota WAG. Langkah tersebut dilakukan ketika ada anggota WAG yang menyebarkan berita yang sumbernya tidak jelas. Kemudian Pak Lurah melakukan edukasi untuk tidak menyebarkan berita tersebut. Selain itu Pak Lurah juga meminta anggota WAG untuk tidak membagikan informasi apapun yang tidak ada kaitannya dengan Desa Panggungharjo. Setelah edukasi dirasa cukup, Pak Lurah akan membuka kembali fungsi pengiriman pesan bagi anggota WAG.

Strategi menangkal berita bohong yang diceritakan di atas terbukti efektif. Meskipun harus berulang kali meningatkan untuk tidak membagikan berita yang tidak jelas sumbernya dan tidak ada kaitannya dengan Desa Panggungharjo. Lambat laun warga desa mengerti dan berhenti percaya kepada berita-berita tersebut. Keberhasilan penangkalan berita bohong ini berdampak pada kondusifnya kondisi sosial, dengan mulai munculnya kepercayaan warga desa terhadap kenyataan keberadaan Covid-19 yang hadir dan mengancam kehidupan warga.

Pemanfaatan media digital, dalam hal ini WAG, merupakan wujud inovasi digital. Edukasi masyarakat yang selama ini dilakukan dengan format seminar ataupun door to door tidak mungkin dilakukan di masa pandemi. Maka salah satu solusinya adalah edukasi dengan pendekatan digital melalui WAG. Selain tidak memungkinkannya edukasi tatap muka, penggunaan media digital ini dirasa tepat karena sumber berita bohong juga berasal dari media digital. Kecepatan menyebarnya informasi yang tak jelas sumbenrya, diimbangi ketanggapan Pak Lurah dalam mengedukasi warga melalui WAG.

Kondisi tidak kondusif lain yang sempat muncul di masa pandemi adalah adanya persepsi negatif dan adanya potensi dikucilkannya warga yang terkena Covid-19. Menanggapi hal ini Panggungharjo melakukan dua pendekatan, selain pendekatan digital juga pendekatan sosial budaya. Pendekatan digital dilakukan dengan memberitakan langkah Lurah Panggungharjo menjemput warga desa yang sudah sembuh dari Covid-19, baik melalui WAG maupun laman website desa. Hal ini dimaksudkan untuk mengabarkan kepada warga desa bahwa tidak ada yang perlu ditakutkan dari penyintas Covid-19. Pendekatan sosial budaya dilakukan warga desa dengan menyambut tetangganya yang telah sembuh dari Covid-19 dengan nyanyian Sholawat.

Mitigasi Ekonomi

Hadirnya pandemi Covid tidak hanya meluluh lantahkan sistem kesehatan, tetapi juga sistem ekonomi. Pembatasan interaksi menyebabkan banyak warga yang tidak bisa bekerja. Hal ini dengan cepat dibaca oleh Lurah Panggungharjo. Dengan cepat Pak Lurah mengintruksikan kepada para relawan PTC-19 untuk mengumpulkan data kondisi ekonomi warga desa. Didorong oleh kebutuhan mendapat data dengan cepat, mengerucutkan pememilihan formulir daring sebagai alat mengumpulkan data.

Tim Data dan Informasi memanfaatkan Google Form untuk membuat Formulir daring tersebut. Form daring ini dibagikan melaui WAG-WAG yang sudah ada. Kondisi ini pada akhirnya mempercepat transformasi digital di warga desa. Inovasi digital pada pendataan ini, kemudian juga terbukti sukses. Dalam waktu cepat 8214 dari sekitar sembilan ribuan keluarga yang ada di Panggungharjo mengisi formulir daring tersebut. Peran serta warga desa yang ikut membantu dengan mengajari tetangganya yang tidak akrab dengan formulir daring. Hingga mengisikan keluarga yang tidak mempunyai gawai. Menjadi salah satu faktor utama kesuksesan pendataan ini.

Data yang sudah terkumpul diproses oleh tim Data dan Informasi dan dibagi menjadi 4 kategori kelompok berdasarkan kondisi ekonomi, yaitu kelompok sangat rentan, rentan, cukup rentan dan tidak rentan. Data ini kemudian digunakan oleh Pemerintah Desa Panggungharjo dalam menentukan penerima Bantuan Langsung Tunai Dana Desa (BLT-DD). Dari keempat kategori kondisi ekonomi warga, penerima BLT-DD diambil dari kategori sangat rentan dan rentan.

Dari data kondisi ekonomi warga ini, juga memunculkan inovasi baru. Karena data tersebut menyebutkan adanya sebagian warga desa yang tidak terdampak serta memiliki cadangan ekonomi, dikembangkanlah pasardesa.id. Pasardesa.id merupakan platform jual-beli daring yang berupaya menghubungkan warga yang masih punya cadangan ekonomi dengan toko-toko warga yang stoknya tertahan karena pembatasan interaksi. Dengan semangat “berbagi belanja”-nya, pasardesa.id mendapatkan penghargaan Smart City 2020: Driving Innovation & Productivity During The Global Pandemic, Indonesia Smartnation Award 2020. Pasardesa.id ini kemudian juga digunakan sebagai media penyaluran BLT-DD sebagai upaya pencegahan korupsi (baca https://jurnal.kpk.go.id/index.php/integritas/article/view/681). Sampai saat ini pasardesa.id terus dikembangkan, dengan fokus peningkatan perekonomian desa melalui kerjasama dengan BUMDes maupun UMKM.

Mitigasi Klinis

Covid-19 yang merupakan virus yang menyerang kondisi tubuh manusia, tentunya memberi dampak pada sistem kesehatan yang dibangun negara. Covid-19 memaksa sistem kesehatan negara kita berada dalam keadaan krisis. Pada kondisi ini kolaborasi dari banyak pihak diperlukan. PTC-19 dalam hal mitigasi klinis ini berupaya membantu secara aktif mengurai krisis sistem kesehatan negara di skala desa.

Sama seperti mitigasi dalam hal lain, pada mitigasi klinis ini juga terdapat inovasi digital di dalam pelaksanaanya. Inovasi digital yang pertama muncul di masa awal pandemi. Seminggu setelah dibentuknya PTC-19, aplikasi monitoring dampak klinis diluncurkan. Aplikasi ini digunakan untuk merekam kondisi harian kesehatan warga desa dan pemudik. Sehingga didapatkan data mutakhir kondisi kesehatan warga.

Secara otomatis aplikasi akan mengkategorikan data kondisi warga menjadi 5 kategori, yaitu sehat, sehat dengan resiko, pelaku perjalanan, OTG, dan ODP. Data warga yang sehat dan sehat dengan resiko, dikirimkan kepada relawan medis. Dan ditidaklanjuti dengan pemberian informasi dan edukasi untuk terus menjaga kesehatan. Data warga yang masuk di kategori pelaku perjalanan dan OTG dikirimkan kepada perawat desa. Kemudian dilakukan pemantauan klinis harian. Kategori terakhir, yaitu ODP, datanya dikirim ke Puskesmas untuk dilakukan asistensi klinis harian. Pelibatan perawat desa dan puskesmas adalah langkah deteksi dini keberadaan Covid-19 di Desa Panggungharjo.

Di awal berlakunya aplikasi ini, kita dimasa masih mencoba memahami virus Covid-19 dan situasi yang dihadapi. Di masa ini arus informasi yang cepat dan tepat diperlukan, agar kemudian dapat disusun langkah-langkah penanganan yang cepat dan tepat juga. Dengan adanya aplikasi ini, hal tersebut tentunya dapat dilakkukan.

Pada pertengahan tahun 2021 ini, ketika varian delta membuat angka positif Covid-19 naik tajam. Aplikasi ini diubah bentuknya, sesuai dengan kondisi yang terjadi. Aplikasi yang sebalumnya digunakan untuk membantu penemuan kasus Covid-19 dan memantau para pelaku perjalanan. Diubah menjadi aplikasi yang digunakan untuk memantau kondisi kesehatan warga yang terkena Covid-19.

Perubahan tersebut dipilih karena rumah sakit penuh, sehingga tidak mungkin menangani seluruh pasien Covid-19. Mau tidak mau harus memilih siapa yang akan di rawat di Rumah Sakit. Puskesmas yang mendapat hingga 80an kasus Covid-19 baru setiap hari, kuwalahan menentukan siapa yang akan direkomendasikan dirawat di Rumah Sakit. Data yang masuk setiap hari tidak memungkinkan disortir secara manual, karena akan membutuhkan waktu yang lama.

Melalui aplikasi monitoring dampak klinisi yang baru, data akan otomatis disortir menjadi 4 kategori berdasarkan gejala, yaitu gejala berat, gejala sedang, gejala ringan, dan tidak bergejala. Pengkategorian ini kemudian memudahkan Puskesmas dalam menentukan rekomendasi.

PTC-19 telah memberi pelajaran bagi kita, bagaimana perubahan situasi yang begitu cepat, harus ditanggapi dengan cepat pula. Teknologi digital yang digunakan sebagai alat untuk menanggulangi situasi bencana merupakan pilihan tepat. Kecepatan Covid-19 yang mendekontruksi semua tatanan, berhadapan langsung dengan kecepatan inovasi digital di Panggungharjo. PTC-19 sendiri mendapatkan penghargaan Top 21 Inovasi Pelayanan Publik Penanganan Covid-19 dari Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB)(JNT).

Referensi :

Ahmad Mizdad Hudani (Direktur Eksekutif Yayasan Sanggar Inovasi Desa (YSID)).

Tentang Junaedi

Penulis esai. Penulis Buku Cuitan Wong Ndeso. Bekerja sebagai staf PSID, yang membawahi PCL.

Baca Juga

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

X