Badan Usaha

Panggungharjo Kelola Sampah Jadi Tabungan Emas

pada

Panggungharjo (Tribunjogja.com) – Pemerintah Desa Panggungharjo, Kecamatan Sewon, Kabupaten Bantul memiliki cara inovatif untuk mengurai persoalan sampah di wilayahnya. Sampah dari hasil limbah rumah tangga di desa tersebut ditabung menjadi emas.

Lurah Desa Panggungharjo, Wahyudi Anggoro Hadi mengatakan pengelolaan sampah melalui bank sampah di Desa Panggungharjo sebenarnya sudah dimulai sejak tahun 2013. Namun inovasi menabung sampah kemudian dikonversi menjadi emas, baru digagas pada awal tahun 2019.

“Kami bekerjasama dengan Pegadaian. Pegadaian kan memiliki produk tabungan emas. Ketika masyarakat setor ke bank sampah, maka dikonversi dengan tabungan emas tersebut,” kata Wahyudi pada Tribunjogja.com, Selasa (30/4/2019).

Ia menjelaskan, batas setoran minimum adalah 0.01 gram. Jika harga emas saat ini di angka Rp 600.000/gram maka setoran sampah dari masyarakat berada di nominal Rp 6.000.

“Ketika warga setor sampah senilai 6 ribu rupiah maka akan terdebetkan tabungan emas,” jelasnya.

Tabungan sampah menjadi emas ini bersifat akumulasi dan berjangka.

Menurut Wahyudi, tabungan emas ini tidak bisa dicairkan oleh nasabah dalam waktu satu tahun atau dua tahun, melainkan berbentuk simpanan yang hanya bisa digunakan untuk biaya pendidikan dan jaminan hari tua. Rentang waktunya selama 12 sampai 15 tahun.

Wahyudi memberikan gambaran. Perhitungan nilai ekonomis sampah dari limbah rumah tangga yang sudah dipilah dan bisa menjadi uang hanya sekitar 26 hingga 36 ribu rupiah setiap bulan.

“Artinya total akumulasi tabungan warga selama 12 hingga 15 tahun ke depan setara dengan nilai emas 180 sampai 200 juta rupiah,” terangnya.

“Uang itu cukup untuk membayar biaya pendidikan atau jaminan di hari tua,” imbuh dia.

Desa Panggungharjo saat ini telah memiliki 30 bank sampah dengan total nasabah mencapai 1.800 orang. Mereka menabung sampah kemudian dikonversikan menjadi simpanan emas.

Wahyudi bercerita, pengelolaan sampah di Desa Panggungharjo berawal dari tahun 2013 dan didukung Peraturan Desa (Perdes) nomor 7 tahun 2016 yang mengatur pedoman pengelolaan sampah.

Ada peta peran yang diatur dalam peraturan tersebut. Masyarakat sebagai produsen sampah, setiap hari diharuskan melakukan pemilahan sampah mandiri, dipisahkan mulai dari sampah residu, organik hingga sampah nilai jual.

Sampah yang memiliki nilai jual oleh warga kemudian ditabung di bank sampah, menjadi simpanan dan meningkatkan keuangan keluarga.

Sementara sampah residu dan organik dikelola oleh lembaga pengelola sampah di atasnya, baik tingkat desa, kecamatan hingga kabupaten.

“Semua itu dilakukan untuk mendorong terjadinya perubahan perilaku terkait pengelolaan sampah yang bertanggung jawab,” katanya.

Seiring berjalannya waktu, BUMDes di Desa Panggungharjo membukukan keuntungan cukup fantastis, mencapai Rp 5,2 miliar. Dari total tersebut, Rp 1 miliar di antaranya berasal dari pengelolaan sampah.

“Dari rapat bulanan, pendapatan dari sampah berkisar antara 60 hingga 80 juta rupiah, setiap bulan,” jelas Wahyudi, lalu tersenyum.

Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul, Ari Budi Nugroho mengatakan bahwa Desa Panggungharjo melalui BUMDes-nya merupakan satu dari beberapa desa yang cukup berhasil dalam pengelolaan sampah. Bagaimana sampah dikelola kemudian bisa menjadi berkah dan menjadi tabungan emas.

Menurut Ari, Desa Panggungharjo bisa menjadi contoh bagi desa-desa yang lain. BUMDes bukan hanya bergerak dalam bidang ekonomi produktif.

“Tapi sampah ternyata juga bisa menjadi peluang bisnis yang besar,” tutur dia.  (*)

 

Sumber: Artikel tahun 2019 jogja.tribunnews.com

Tentang Fajar Budi Aji

Hanya seorang yang beranjak tua dan terus mencoba untuk lebih dewasa tanpa menghilangkan rasa kekanak-kanakannya. "Urip Iku Urup" dan "Rasah Wedi Dirasani Karena Hidup Banyak Rasa" Dua motto andalan inilah yang dijadikan pegangan dalam menjalani kehidupan sehari-harinya.

Baca Juga

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

X