Badan Usaha

Pasokan Minyak Jelantah Kurang, BUMDes Harapkan Masyarakat Bentuk Bank Tigor

pada

Panggungharjo (Media Panggungharjo) – Minyak jelantah atau minyak goreng bekas merupakan limbah yang seharusnya dibuang, terutama setelah dipakai berulang hingga 3 – 4 kali penggorengan. Limbah ini mengandung asam lemak jenuh sangat tinggi dan dapat menyebabkan berbagai penyakit seperti kolesterol, hipertensi, kanker serta penyumbatan peredaran darah bagi pemakainya.

Ironisnya, minyak jelantah ini jika dibuang kedalam air maupun tanah dapat mencemari lingkungan karena sifatnya yang tidak mudah larut. Sehingga perlu adanya penanganan yang tepat agar minyak jelantah dapat bermanfaat dan tidak menimbulkan kerugian dari aspek kesehatan baik untuk manusia maupun lingkungan.

Berdasarkan hal tersebut, BUMDes Panggung Lestari di Desa Panggungharjo melakukan inovasi dengan cara memanfaatkan minyak jelantah dari rumah tangga dan warung-warung makan untuk diolah kembali menjadi biodiesel, sehingga penanganan masalah pencemaran minyak jelantah dapat teratasi.

Tidak banyak orang yang mengetahui bahwa biodiesel berbahan baku minyak jelantah ini bisa dimanfaatkan sebagai alternatif bahan bakar yang ramah lingkungan. Hal ini disebabkan oleh kurangnya pemahaman warga tentang manfaat tersebut.

Di masyarakat umum, minyak jelantah hanya dianggap limbah yang harus dibuang. Padahal jika dilihat dari segi manfaatnya, minyak jelantah ini bisa dijadikan sebagai penghasilan tambahan bagi masyarakat.

Eko Pambudi, ketua BUMDes Panggung Lestari, mengungkapkan bahwa hingga saat ini pemasokan minyak jelantah sebagai bahan baku biodiesel di Desa Panggungharjo masih kurang. Untuk mengatasi pasokan minyak jelantah yang kurang tersebut, BUMDes Panggung Lestari menginisiasi masyarakat untuk mendirikan bank tigor. Bank tigor sendiri merupakan akronim dari bank tilasan (bekasred) gorengan.

Teknis dari bank tigor ini hampir serupa dengan bank sampah yang mulai banyak didapati di daerah lain. Warga pertama-tama mengumpulkan minyak jelantah dari rumah masing-masing yang kemudian dibeli oleh bank tigor setempat seharga Rp 2000-2500 per liternya. Selanjutnya dari bank tigor inilah minyak jelantah kemudian dijual kembali kepada BUMDes Panggung Lestari. Hasil penjualan ini nantinya akan menjadi tabungan bagi warga pengumpul minyak jelantah tersebut.

Menurut penuturan Eko, di Desa Panggungharjo sendiri baru ada sekitar empat bank tigor yang didirikan masyarakat. Bank tigor tersebut dapat ditemui di pedukuhan Krapyak Wetan, Krapyak Kulon, dan Glugo.

“Meskipun sudah ada empat bank tigor, minyak jelantah yang dibutuhkan setiap bulannya masih kurang. Karena minyak jelantah yang harus disetor ke PT. Danone sekitar 3000 – 4000 liter.” tutur Eko.

Gatot Ferianto selaku sekretaris BUMDes Panggung Lestari menuturkan bahwa dalam kontrak kerjasama yang ditandatangani bersama PT. Danone, minyak jelantah yang disetor harus sesuai seperti yang tertera dalam kesepakatan kontrak. Namun, hingga sekarang BUMDes Panggung Lestari belum bisa memenuhi pemasokan minyak jelantah sesuai kesepakatan kontrak tersebut.

“Karena kurangnya sosialisasi pengolahan minyak jelantah pada warga Desa Panggungharjo, minyak jelantah yang bisa disetor hingga kini hanya sekitar 2000 liter perbulannya.” tutur Peni Suryani (staf sekretaris BUMDes Panggung Lestari).

Eko berharap ke depannya agar muncul bank tigor – bank tigor serupa di 11 pedukuhan lainnya untuk bisa menyokong kebutuhan pasokan minyak jelantah yang masih kurang tersebut. (E.M)

 

Tentang Fajar Budi Aji

Hanya seorang yang beranjak tua dan terus mencoba untuk lebih dewasa tanpa menghilangkan rasa kekanak-kanakannya. "Urip Iku Urup" dan "Rasah Wedi Dirasani Karena Hidup Banyak Rasa" Dua motto andalan inilah yang dijadikan pegangan dalam menjalani kehidupan sehari-harinya.

Baca Juga

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

X