Keagamaan

Eksistensi Kentongan di Mushola Abdul Hamid Kalurahan Panggungharjo

Oleh

pada

Siapa yang belum tahu Desa/Kalurahan Panggungharjo. Desa/Kalurahan Panggungharjo merupakan salah satu Kalurahan di Kapanewon Sewon, Kabupaten Bantul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta yang secara langsung berbatasan dengan Kota Yogyakarta yang merupakan ibu kota Daerah Istimewa Yogyakarta.

Secara lebih lengkap batas-batas Kalurahan Panggungharjo adalah sebagai berikut: sebelah utara adalah kota Yogyakarta. Sebelah timur Kalurahan Bangunharjo, Kapanewon Sewon. Sebelah selatan adalah Kalurahan Timbulharjo, Kapanewon Sewon. Dan sebalah barat adalah Kalurahan Pendowoharjo,  Kapanewon Sewon dan Kalurahan Tirtonirmolo, Kapanewon Kasihan.

Secara administratif Kalurahan Panggungharjo terdiri dari 14 Padukuhan yang terbagi menjadi 119 RT yang mendiami wilayah seluas 560,966,5 Hektare (Ha). Adapun rinciannya adalah sebagai berikut:

Pertama Kawasan Aglomerasi Perkotaan (Kring Utara), terdiri dari: Padukuhan Krapyak Wetan  terbagi menjadi 12 RT  dengan luas wilayah 26,045, Ha. Padukuhan Krapyak Kulon terbagi menjadi 12 RT dengan luas wilayah 35,960,0 Ha. Padukuhan Dongkelan terbagi menjadi 10 RT dengan luas wilayah 28,681,5 Ha dan Padukuhan Glugo  terbagi menjadi 12 RT dengan luas wilayah 41,155,0 Ha.

Kedua Kawasan Pusat Pemerintahan (Kring Tengah),  terdiri dari: Padukuhan Kweni terbagi 8 RT dengan luas wilayah 38,431,5 Ha. Padukuhan Pelemsewu terbagi 10 RT dengan luas wilayah 47,685,0 Ha. Padukuhan Sawit terbagi menjadi 5 RT dengan luas wilayah 50,340,5 Ha. Padukuhan Pandes terbagi menjadi 6 RT dengan luas wilayah 30,206,0 Ha dan Padukuhan Glondong terbagi menjadi  8 RT dengan luas wilayah 58,767,5 Ha.

Ketiga Kawasan Pertanian (Kring Selatan), terdiri dari: Padukuhan Jaranan terbagi menjadi 6 RT dengan luas wilayah 32,955,0 Ha. Padukuhan Geneng terbagi menjadi 7 RT dengan luas wilayah 35,801,0 Ha. Padukuhan Ngireng-ireng terbagi menjadi 7 RT dengan luas wilayah 29,050,0 Ha. Padukuhan Cabeyan terbagi menjadi 9 RT dengan luas wilayah 37,061,0 Ha dan Padukuhan Garon terbagi menjadi 7 RT dengan luas wilayah 35,967,5 Ha.

Salah satu prestasi Desa/Kalurahan Panggungharjo yang paling membanggakan  yang diraih pada tahun 2014 adalah Juara I Nasional Lomba Desa Tingkat Nasional. Belum lama ini, pada awal Desember 2021 Panggungharjo ditetapkan menjadi Desa Anti Korupsi Pertama oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Tapi siapa sangka, di balik kesuksesan Kalurahan Panggungharjo menjadi Desa nomor wahid di Indonesia, masih menyimpan kesederhanaan dalam menjaga eksistensi tradisi budaya dengan tetap mempertahankan sebuah media untuk mengundang semua Pamong Kalurahan Panggungharjo untuk menjalankan sholat fardhu yaitu sholat dhuhur dan sholat ashar secara berjama’ah.

Adakah yang tahu nama mushola di area komplek Kalurahan Panggungharjo? Saya yakin seyakin-yakinnya bagi pamong Kalurahan Panggungharjo yang belum pernah sama sekali menginjakkan kaki di mushala tersebut, bisa jadi tidak tahu namanya. Tetapi bagi pamong yang sering berjama’ah sholat dhuhur atau ashar  pasti mengetahuinya.

Namanya Mushola Abdul Hamid. Mengapa dinamakan mushola Abdul Hamid? Abdul Hamid adalah nama Kaum Beselit Pertama Kalurahan Panggungharjo. Kaum Beselit adalah nama lain Kabag Kesra dan Agama, yang kemudian berganti nama menjadi Kasi Kesra, selanjutnya berganti nama lagi menjadi Kasi Pelayanan, terakhir  berubah nama lagi menjadi Kamituwa.

Dahulu bangunan mushala Abdul Hamid sangat sederhana, kemudian pada masa Kepemimpinan Lurah Panggungharjo Kelima, yaitu H. Samidjo mushala Abdul Hamid direhab seperti sekarang ini. Tetapi ada yang unik dan menarik, sampai saat ini mushola Abdul Hamid belum dilengkapi toa pengeras suara. Jadi ketika ada surat edaran dari Kemenag RI terkait pelarangan toa bagi mushola atau masjid, bagi mushola Abdul hamid tidak ngefek sama sekali.

Uniknya, dalam setiap memanggil jama’ahnya yang merupakan semua pamong Kalurahan Panggungharjo, tanpa adanya suara adzan tetapi cukup dengan menabuh kentongan. Rupanya eksistensi kentongan pengganti suara adzan ini hingga kini masih dipertahankan di mushola Abdul Hamid yang berada di komplek Kalurahan Panggungharjo.

Menurut penabuh kentongan setia, Tana Kuswaya  yang sehari-harinya berprofesi sebagai staf Kalurahan Panggungharjo, bahwa kentongan yang sekarang adalah kentongan yang kedua,  tetapi boleh dikatakan juga merupakan kentongan yang  ketiga. Karena kentongan yang kedua, ketika ditabuh langsung rusak dan selanjutnya tidak bisa ditabuh lagi.

Jadi bagi semua warga bangsa yang kebetulan berkunjung ke Kalurahan Panggungharjo ngepasi saat adzan dhuhur atau saat adzan ashar maka jangan heran jika dari mushola Abdul Hamid di area komplek Kalurahan Panggungharjo terdengar bunyi kentongan yang sedang ditabuh oleh Tana Kuswaya atau M. Eko Triadi.

Ketika kentongan ditabuh  menghasilkan bunyi kurang lebih sperti ini: “Tung tung tung tung … tung… tung…tung… tung tung tung tung…tung…tung”.

Demikianlah  sekelumit cerita eksistensi kentongan di mushola Abdul Hamid komplek Desa/Kalurahan Panggungharjo,  dari Desa Juara Nasional (JNT).

Tentang Junaedi

Penulis esai. Penulis Buku Cuitan Wong Ndeso. Bekerja sebagai staf PSID, yang membawahi PCL.

Baca Juga

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

X