Kebencanaan

Relawan Covid-19 Khusus Menangani Penyintas Lansia

Oleh

pada

Nama saya Vina Dwi Lestari,  saat ini  saya berdomisili di  Padukuhan Sawit RT 03 Kalurahan Panggungharjo. Beberapa teman memanggil saya dengan nama Dwik. Persis tahun lalu pulang dari Taiwan sebagai migran pas sewaktu awal Covid-19, sejak kecil saya sudah menyukai hal-hal yang bersifat kemanusiaan. Maka tatkala Lurah Panggungharjo mengajak saya untuk bergabung masuk shelter tanggon Kapanewon Sewon maka saya langsung mengiyakan ajakan tersebut tanpa berpikir panjang kali lebar lagi.

Motivasi saya bergabung menjadi relawan shelter tanggon waktu itu sekali lagi adalah semata-mata ibadah kepada Allah SWT, bisa membantu sesama warga desa yang sedang berjuang lahir dan batin dari serangan pandemi Covid-19 yang semakin merajalela. Di Taiwan juga aya digembleng sebagai Detasemen Wanita Banser (Denwatser).

Walaupun saya bukan berasal dari sekolah keperawatan, tetapi latar belakang saya yang bekerja di Pantai Jompo dan pernah mendapatkan pelatihan keperawatan sebagai pramurukti. Inilah yang menguatkan langkah saya untuk sekedar mengamalkan sebagian  ilmu yang pernah saya miliki  untuk  saya praktikkan  di shelter tanggon nantinya. Di Shelter saya masuk tim medis dibawah koordinasi Kamituwo Kalurahan Panggungharjo.

Adapun tugas pokok saya adalah mengurusi pasien Covid-19 khusus yang lansia. Tetapi ketika Kamituwo terpapar positif Covid-19, koordinator digantikan oleh Dukuh Jaranan. Saya diberi tugas lain oleh Dukuh Jaranan yaitu homevisit ke rumah-rumah penyintas Covid-19 yang melakukan isolasi mandiri di rumah masing-masing.

Selain aktif mnjadi relawan yang tergabung dalam FPRB Kalurahan Panggungharjo, saya juga aktif dalam relawan Sapu Jagad, untuk menangani penyintas Covid-19 yag berasal dari luar wilayah Panggungharjo.

Banyak sekali cerita suka dan duka ketika menangani penyintas lansia. Sukanya banyak sekali momen-momen di shelter yang membuat hati saya gembira. Cerita dari ibu-ibu penyintas yang betapa semangatnya mereka berjuang demi kesembuhannya. Dan bahagianya lagi, di saat mereka tidak bisa mandi dan makan sendiri, saya bisa menyuapi dan sekedar membantu mengelap badan, membantu mengganti popok mereka. Sehingga mengingatkan saya akan ibu saya yang sudah  meninggal dunia.

Sedih rasanya ketika sudah membersamai mereka, sudah saya tunggui mereka sampai tidak tidur semalaman, akhirnya salah satu dari mereka ada yang meninggal dunia karena saturasinya terlalu rendah. Sudah muter-muter kesana kemari mencari rumah sakit tetapi tidak mendapat rumah sakit yang mau menerima penyintas Covid-19.

Ada cerita lucu, ketika saya mendapat shif malam, ada salah satu pasangan suami istri, istrinya sepertinya depresi. Suka teriak-teriak sendiri dan sangat menganggu pasien lainnya. Waktu saya masuk ruangan selter tanggon ternyata istrinya masih berada di dalam kamar mandi dan tidak mau balik ke ruangan shelter tanggon. Saya mau cek suhu, saturasi dan tekanan darahnya tetapi tiba-tiba mengamuk dan mendorong tubuh saya hingga menyebabkan saya hampir saja terjatuh. Kemudian tindakan yang saya lakukan adalah saya pegang jidatnya dan saya membaca alfatihah sebanyak 3 kali, kemudian berangsur-angsur mulai tenang. Ada yang mengatakan bahwa di kamar mandi tersebut ada penunggunya.

Waktu itu saya merasakan betapa sulitnya mencari tabung isi ulang dari depo di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta ketika lonjakan pandemi Covid-19 sedang tinggi-tingginya. Eh, di saat-saat lonjakan pandemi Covid-19 sudah mulai melandai turun, saya malah mendapatkan bantuan tabung oksigen besar dari sahabat saya sebanyak 10 buah tabung. Hingga sekarang saat saya menuliskan cerita ini, baru 3 buah tabung oksigen besar yang habis terpakai sisanya masih utuh belum terpakai.

Banyak pengalaman ketika menangani jenazah Covid-19 karena saya tergabung dalam tim kubur cepat FPRB Kalurahan Panggungharjo, sudah sekitar sepuluhan jenazah Covid-19 yang saya rukti. Seingat saya pernah merukti jenazah Covid-19 di Padukuhan Krapyak Kulon, Dongkelan, Kweni, Sawit, Pelemsewu, Geneng dan Glondong. Dan satu jenazah dari luar Panggungharjo yaitu berasal dari Kapanewon Pandak.

Dari pengalaman rukti jenazah Covid-19 hampir semua rukti jenazahnya dengan menggunakan cara tayamum, hanya ada satu jenazah Covid-19 yang pihak keluarganya meminta meruktinya dengan air mengalir yaitu di Padukuhan Pelemsewu. Cerita begini, menurut informasi yang saya ketahui bahwa jenazah tersebut meninggal dunia sudah sejak pagi hari. Tetapi pihak keluarga korban baru mengetahuinya pada waktu sore harinya. Setelah ada permintaan pemakaman jenazah Covid-19 dari pihak keluarga ke tim FPRB Kalurahan Panggungharjo, kami bersama tim untuk rukti jenazah bakda maghrib.

Sesampainya  di rumah duka, kondisi jenazah sudah kaku sekali, jadi sulit sekali untuk meluruskan kakinya. Hingga saya berinisiatif untuk sedikit menekan lututnya sampai terdengar bunyi krek seperti patah kakinya. Dalam hati saya yang terdalam saya memohon maaf atas kejadian ini kepada mayit tersebut. Dengan dibantu oleh mbah kaum (kaum rois) Pelemsewu untuk meluruskan kaki mayit tersebut pun tetap tidak bisa. Akhirnya saya tetap melanjutkan proses rukti jenazah Covid-19 dengan memandikan jenazah seperti biasa dengan air mengalir tetapi tetap mematuhi  aturan protokol kesehatan (JNT).

Referensi :

Vina Dwi Lestari (Relawan FPRB Kalurahan Panggungharjo dan Relawan Sapu Jagad).

 

Tentang Junaedi

Penulis esai. Penulis Buku Cuitan Wong Ndeso. Bekerja sebagai staf PSID, yang membawahi PCL.

Baca Juga

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

X