Kebencanaan

Pengalaman Menjadi Relawan Covid-19

Oleh

pada

Pandemi Covid-19 yang melanda di seluruh bumi ini memang sangat terasa sekali dampaknya bagi kita semuanya. Suka duka pasti dilewati oleh semua orang. Banyak kejadian, pengalaman dan kenangan yang tidak akan terlupakan sampai kapanpun. Bagi saya, pandemi ini bukan sekedar musibah atau ujian tetapi juga ibarat hadiah dari Allah SWT. Mengapa demikian? Singkat cerita, saya menjadi Pamong Kalurahan Panggungharjo baru pada tanggal 19 November 2019 sebagai Dukuh Krapyak Kulon.

Padukuhan Krapyak Kulon merupakan salah satu dari 14 padukuhan yang ada di wilayah Kalurahan Panggungharjo, Kapanewon Sewon, Kabupaten Bantul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Padukuhan Krapyak Kulon merupakan padukuhan terpadat penduduknya, terdiri dari 12 RT dengan jumlah penduduknya sekitar 2.400 jiwa. Tidak hanya itu, di Padukuhan Krapyak Kulon berdiri salah satu pondok pesantren yang cukup terkenal di nusantara yaitu Pondok Pesantren Al Munawwir dan Pondok Pesantren Ali Maksum dengan jumlah santrinya mencapai ribuan.

Baru tiga bulan saya menjadi dukuh, yang tentu saja baru mengenali dan adaptasi wilayah dengan warga padukuhan, sudah dikejutkan dengan pandemi Covid-19 yang sudah mulai masuk ke Indonesia. Semua kegiatan warga Panggungharjo selama tahun 2020, yang sudah direncanakan dengan sangat terpaksa harus ditunda atau ditiadakan untuk fokus menghadapi  masuknya Covid-19 ke Panggungharjo, khususnya di wilayah Padukuhan Krapyak Kulon.

Sebagai langkah awal, pada tanggal 28 Maret 2020, saya membentuk Tim Satgas Penanganan Covid-19 di Padukuhan Krapyak Kulon yang diketuai oleh Ahmad Junaidi, yang juga berposisi sebagai ketua Pokgiat LPMD, dan beranggotakan  dari beberapa unsur ketua RT, PKK, dan karang taruna yang dimiliki oleh Padukuhan Krapyak Kulon. Dan untuk memudahkan kerja tim satgas ini,  maka dibentuklah posko tim satgas yang berlokasi di rumah Ahmad Junaidi.

Dari posko itulah, kami selalu berkoordinasi untuk menjalankan perintah maupun kebijakan dari Lurah Panggungharjo, seperti koordinasi pengamanan wilayah atau jaga warga, penyaluran bantuan yang bermacam-macam dari Pemerintah Kalurahan ataupun dari donatur untuk warga Krapyak Kulon.

Seiring berjalannya waktu, kami sudah berusaha dengan maksimal agar Covid-19 itu tidak bisa masuk ke Krapyak Kulon. Setiap hari selalu mengumumkan kepada warga agar jangan keluar rumah dulu, tidak kumpul-kumpul, penyemprotan desinfektan di wilayah RT masing-masing, dan lain sebagainya. Semua itu juga berdasarkan arahan dan perintah dari Lurah Panggungharjo.

Memang menjadi tantangan bagi saya sebagi pemangku wilayah padukuhan, tidak mudah untuk bisa membuat warga tenang, tidak panik, dan saling peduli antara warga yang satu dengan warga yang lain. Dan akhirnya, seperti kata pepatah: “sepandai-pandainya tupai melompat akhirnya jatuh juga”. Begitu pun dengan kami, yang sudah berusaha semaksimal mungkin akhirnya ada juga warga Krapyak Kulon yang terpapar positif Covid-19 pada bulan Oktober 2020.

Begitu mendapat informasi dari pihak terkait warga kami yang terpapar positif maka akhirnya harus menjalani perawatan di RSLKC Bambanglipura Bantul, maka kami segera berkoordinasi dengan tim satgas untuk menindaklanjuti hal tersebut, mulai dari memberikan pengertian kepada keluarga bahwa Covid-19 itu bukanlah aib, tidak usah takut dan berkecil hati, sementara seluruh anggota keluarga harus melakukan karantina mandiri di rumah, dan kebutuhan pokok sehari-hari akan dibantu oleh warga RT.

Dan kami juga memberikan pengertian kepada warga yang lain atau tetangga pasien, jangan sampai mengucilkan keluarga pasien tetapi kita harus selalu memberikan semangat, do’a, dan mengajak untuk peduli dengan memberikan bantuan logistik untuk kebutuhan sehari-hari seluruh anggota keluarga pasien tersebut dengan dikoordinir oleh Ketua RT dan ibu-ibu PKK RT. Pemberian bantuan logistik tersebut dilakukan sampai seluruhnya baik (normal), baik pasien yang bersangkutan maupun semua anggota keluarga pasien dinyatakan negatif setelah dilakukan tracing oleh Puskesmas Sewon 2.

Selanjutnya seiring berjalannya waktu, ternyata kasus warga yang positif di Padukuhan Krapyak Kulon semakin bertambah bahkan paling menghebohkan ketika ada salah satu pengasuh Pondok Pesantren Al Munawwir yang secara kebetulan baru saja menghelat acara resepsi pernikahan anaknya.

Langkah-langkah yang kami lakukan adalah berkoordinasi dengan tim satgas Krapyak Kulon, tim satgas pondok dan Dinkes Kabupaten Bantul untuk menindaklanjuti penanganan kasus Covid-19 ini. Hasil dari koordinasi tersebut, kami sepakat untuk dilakukan tracing beberapa santri pondok dan warga yang merasa kontak erat serta yang mengalami gejala-gejala Covid-19.

Setelah dilakukan swab masal di halaman Pondok Pesantren Al Munawwir Krapyak, akhirnya diketahui dari hasil swap tersebut ada ratusan santri dan belasan warga terpapar positif Covid-19, dan kontan saja informasi ini sempat menggegerkan semua orang mulai dari Pemerintah Kalurahan Panggungharjo, Pemerintah Kapanewon Sewon, Pemerintah Kabupaten Bantul, Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dan Pemerintah Republik Indonesia, karena dari hasil ini Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta menjadi zona merah, bagi Pemerintah Kabupaten Bantul menjadi rekor terbanyak, dan beritanya sempat viral di media sosial, media massa offline mainstream, dan media massa nasional online lainnya.

Kemudian beberapa warga dan santri yang terpapar positif kami haruskan menjalani karantina di RSLKC Bambanglipura Bantul, dan sebagian santri lainnya  menjalani karantina di komplek masing-masing. Menghadapi kasus tersebut, Pemerintah Kalurahan Panggungharjo segera berkoordinasi dengan Dinkes Kabupaten Bantul untuk membuka tempat karantina atau shelter di bangunan eks-RS Patmasuri yang sudah tidak beroperasi sejak tahun 2016 untuk digunakan karantina santri-santri pondok pesantren.

Dan karena lokasinya berada di wilayah Padukuhan Krapyak Kulon, maka saya sendiri yang menjadi koordinator penjaga shelter eks-Patmasuri. Pengalaman baru bagi saya menjadi penjaga shelter sungguh sangatlah bermacam-macam ketika  menghadapi warga Krapyak Kulon yang mau masuk karantina di shelter eks-Patmasuri, antara lain: ada warga yang ngeyel, dan ada juga warga yang disiplin mematuhi terkait protokol kesehatan.

Dan sebagai Dukuh Krpayak Kulon  sekaligus penjaga Shelter Eks-Patmasuri harus berjiwa legawa, harus bersabar dalam menghadapi bermacam-macam karakter warga saya, belum lagi terkait dengan jumlah penduduk yang sangat banyak jumlahnya, sangat banyak pula keluhan-keluhan  dan permintaan-permintaannya. Sebagian warga yang terpapar positif, meminta dengan sangat pokoknya minta dirawat di Shelter Eks-Patmasuri, tetapi ruangan shelter penuh.

Sebagian warga terpapar positif ngotot minta isolasi mandiri tetapi harus terjamin terkait bantuan logistiknya. Dan dari data yang saya peroleh selama pandemi Covid-19, terdapat warga terpapar positif Covid-19 yang sampai meninggal dunia ada 15 warga Padukuhan Krapyak Kulon.

Dalam penanganan Covid-19 di wilayah Padukuhan Krapyak Kulon, saya mengalami beberapa kendala di lapangan, antara lain:

Pada satu sisi pihak keluarga korban yang sampai meninggal dunia di karenakan Covid-19, tetapi mau mengakuinya dengan jujur bahwa keluarganya memang benar-benar meninggal dunia akibat terpapar positif Covid-19, bahkan pihak keluarga cenderung memaksakan diri untuk melakukan pemakaman secara biasa (normal). Bahkan di Krapyak Kulon ada satu keluarga yang keluarganya ada 3 orang yang meninggal dunia akibat terpapar positif Covid-19 tetapi tetap saja tidak mau mempercayai keganasan  pandemi Covid-19.

Hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi saya selaku Dukuh Krapyak Kulon dan bagi tim satgas Covid-19, untuk tidak bosan untuk memberikan sosialisasi kepada warga akan bahaya Covid-19. Hal baru bagi kami, ketika harus melakukan prosesi pemakaman terhadap jenazah Covid-19 pada waktu malam hari, sehingga memaksa Dukuh dan tim satgas untuk stand by terus pagi, siang dan malam.

Kejadian luar biasa, saya alami ketika sedang puncak-puncaknya varian Delta yang begitu cepatnya, mengakibatkan kelangkaan oksigen di lapangan sehingga sebagai Dukuh saya harus membantu mencari oksigen bagi warga saya yang membutuhkan oksigenasi. Tepatnya, pada tanggal 18 Juli 2021, ketika saya menjalani tes swap oleh Puskesmas Sewon 2, hasilnya saya dinyatakan positif Covid-19. Tetapi saya tidak tahu persis, dimana saya terpaparnya. Dan saya harus menjalani isolasi mandiri di rumah selama 14 hari.

Ternyata tidak hanya saya saja yang terpapar positif Covid-19, beberapa Pamong Kalurahan Panggungharjo lainnya pun, yang tergabung dalam Panggung Tanggap Covid-19(PTC)  juga terpapar positif Covid-19.

Perasaan bersalah terus menghantui saya, seakan menjadi beban tersendiri ketika saya sedang menjalani masa karantina selama 14 hari, terdapat 4 orang warga Krapyak Kulon yang meninggal dunia akibat terpapar positif Covid-19, sementara saya tidak berdaya, tidak bisa mendampingi warga saya dalam proses pemakaman jenazah Covid-19.  Dan koordiansi dengan tim satgas saya lakukan sebatas melalui WAG saja.

Setelah selesai masa karantina, akhirnya saya dapat melanjutkan misi kemanusiaan mendampingi warga padukuhan dalam menghadapi bencana Covid-19, Dan alhamdulillah pada bulan Agustus 2021 akhirnya angka Covid-19 mulai melandai.

Ada satu strategi yang saya lakukan dalam menanggulangi bencana Covid-19 di wilayah Padukuhan Krapyak Kulon yaitu dengan membuat WAG yang anggotanya terdiri dari saya sendiri, ketua tim satgas dan anggota (Ketua RT, PKK dan Karang Taruna), serta semua warga yang pernah terpapar positif (sembuh/lama dan sakit/baru).

Adapun yang kami lakukan pada WAG setiap harinya, Pertama, setiap pagi kami memberi semangat, menyuruh berjemur, memberi hal saja yang sifatnya dapat memotivasi semua warga yang baru menjalani isolasi mandiri. Kedua, meminta  warga yang sedang menjalani isolasi mandiri untuk menyampaikan semua keluhan sakitnya.

Ketiga, menjadikan WAG tersebut sebagai tempat sharing antara warga yang pernah terpapar positif Covid (lama) dan sudah sembuh  dengan warga yang baru saja menjalani isolasi mandiri, sehingga bagi pasien positif Covid (baru) tidak merasa sendirian karena banyak teman yang menyemangati, juga bisa bercanda ria bersama  sehingga secara otomatis dapat meningkatkan imunitas tubuh pasien. Keempat, WAG tersebut media untuk menindaklanjuti dalam penanganan pandemi Covid-19, secara cepat, dan terarah.

Sebelum saya akhiri tulisan ini, saya akan mengklarifikasi tentang berita yang telah beredar yang seakan menyudutkan Shelter Eks-Patmasuri. Begini cerita sebenarnya, sekitar adzan isya ada, kami mendapati pasien dari warga Gunung Kidul. Menurut cerita, sudah di bawa ke beberapa rumah sakit di Yogyakarta tetapi beberapa rumah sakit tersebut menolaknya, akhirnya di bawa ke Shelter Eks-Patmasuri.

Pada saat yang bersamaan, saya dan Babinkamtibmas sedang melakukan kegiatan pemakaman jenazah Covid-19 di Padukuhan Krapyak Kulon, mendapat laporan kami segera merapat ke shelter. Sesampainya di shelter mendapati pasien tersebut sudah meninggal dunia. Sekitar pukul 20.00 WIB kami koordinasi dengan perawat shelter untuk mengecek dan memastikan kebenaran informasi pasien, dengan proses swap di tempat setelah musyawarah dengan pihak keluarga pasien. Dan ternyata hasilnya positif Covid-19.

Dari situlah awal permasalahan timbul, yang sebelumnya pihak keluarga dan masyarakat mau menerima jenazah pasien Covid-19, ternyata menolak dengan alasan tidak ada tim rukti jenazah. Kami berusaha membantu menari tim rukti dengan beberapa rumah sakit, PMI, Pusdalops DIY, tetapi karena kondisi di mana-mana benar-benar krodit semua yang saya hubungi tidak menyanggupi untuk rukti jenazah.  Akhirnya Babinkamtibmas berkoordinasi dengan Polsek Sewon menghubungi Pusdalops DIY, Pusdalops Gunung Kidul untuk menyelesaikan permasalahan ini.

Sampai pukul 02.00 WIB, belum terdengar informasi tentang solusi pemakaman jenazah Covid-19 tersebut, hingga akhirnya Pusdalops DIY mengambil keputusan mau merukti jenazah Covid-19 tersebut dan saya langsung berkoordinasi dengan PMI Bantul untuk membawa jenazah yang masih ada di dalam mobil untuk segera dibawa ke Pusdalops DIY. Waktu proses evakuasi tersebut dari Polsek Sewon mendampingi dan mengantarkan jenazah sampai ke Pusdalops DIY. Dan pagi harinya jenazah baru bisa dibawa ke Gunung Kidul.

Pengalaman terakhir, Bahwa makam Krapyak Kulon adalah makam umum, artinya dari daerah mana saja bisa memakamkan jenazah di makam Krapyak Kulon. Selama bulan Mei, Juni, Juli 2021 banyak sekali pemakaman, bahkan setiap hari ada pemakaman jenazah terindikasi jenazah positif Covid-19. Sehari bisa pernah mencapai sampai lima kali dari pagi hingga dini hari, terkadang bareng-bareng.

Dan tim pemakamannya bukan hanya dari FPRB Panggungharjo, tetapi dari Pusdalob Kota, Posdalob DIY, Pusdalob Bantul, dan FPRB Kasihan  juga pernah ada saking banyaknya yang meninggal dunia dan dimakamkan di makam Krapyak Kulon.  Otomatis setiap pemakaman di makam Krapyak Kulon tersebut, saya dan tim satgas harus standby di makam Krapyak Kulon setiap ada pemakaman jenazah terindikasi positif Covid-19 di makam Krapyak Kulon tersebut untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan. Terkait jumlahnya saya tidak bisa memonitor karena saking banyaknya jenazah terindikasi positif Covid-19 yang dimakamkan di makam Krapyak Kulon tersebut.

Begitulah pengalaman saya yang tak bisa terlupakan ketika menjadi relawan kemanusiaan Covid-19, praktik baik ini saya tuliskan bukan untuk menyombongkan diri tetapi hanya bermaksud untuk mendokumentasikan pengetahuan ini, agar tidak hilang dimakan zaman (JNT).

Referensi :

Siwi Januarto, S.T (Dukuh Krapyak Kulon)

Tentang Junaedi

Penulis esai. Penulis Buku Cuitan Wong Ndeso. Bekerja sebagai staf PSID, yang membawahi PCL.

Baca Juga

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

X