Pagelaran

Wakili Desa Panggungharjo, Warga Dongkelan Usung Upacara Adat Kematian

pada

Triwidadi (Media Panggungharjo) – Upacara adat kematian delapan tombak di Pedukuhan Dongkelan ikut memeriahkan panggung pertunjukan gelar potensi desa/kelurahan budaya se-Kabupaten Bantul dan Kota Yogyakarta yang digelar di Lapangan Kayuhan, Desa Triwidadi, Rabu (24/10/2018) kemarin. Dalam gelar potensi yang bertajuk Festival Desa/Kelurahan Budaya Tahun 2018 tersebut, Desa Panggungharjo yang telah ditetapkan sebagai desa budaya diwakili oleh warga Pedukuhan Dongkelan.

Catur Supriyadi, selaku Ketua Panitia Pelaksana saat ditemui Tim PSID Panggungharjo menjelaskan tentang alur persiapan dari warga Pedukuhan Dongkelan. Menurut keterangan Catur, warga Pedukuhan Dongkelan hanya diberi waktu selama dua minggu untuk mempersiapkan pertunjukan yang akan ditampilkan.

“Persiapannya sangat singkat sekali, hanya dua minggu sebelum hari pelaksanaan, jadi setiap hari kami harus latihan. Bahkan latihannya saja sehari dua kali, sore sama malam. Dan alhamdulillah kami terbantu oleh Pak Surtihadi dan Bu Denok yang mau membantu membuatkan bentuk pertunjukannya. Kebetulan beliau-beliau ini warga Dongkelan dan merupakan dosen ISI.” ungkap Catur.

Hal yang sama diungkapkan oleh Fajar Budiaji selaku konseptor pertunjukan. Ia mengutarakan bahwa waktu yang singkat tersebut cukup membuat kesulitan dalam mencari konsep pertunjukan.

Menurut Aji, alasan konsep pertunjukan yang diusung berupa adat kematian yaitu berdasarkan beberapa pertimbangan.  Diantaranya, belum banyaknya budayawan yang melirik dan mengupas tentang upacara adat kematian ini. Upacara adat kematian bagi kebanyakan orang dirasa cukup tabu untuk dibahas dan dikaji, sedangkan di era sekarang sudah jarang ditemukan upacara adat tradisi kematian dengan tata cara budaya jawa. Selain alasan tersebut, juga dikarenakan adanya informasi bahwa nilai tertinggi dalam pertunjukan yaitu adanya upacara adat yang ditampilkan.

“Di pedukuhan kami upacara adat seperti ini masih berlangsung, terutama adanya tombak berjumlah delapan dan dua trisula yang mengiringi prosesi pemakaman jenazah. Ya… walaupun kini tombaknya tinggal tiga sih. Tapi ke depan semoga masyarakat tergugah untuk melestarikan upacara adat ini. Kan upacara adat seperti ini merupakan satu kekayaan potensi budaya juga.” jelas Aji.

Aji menambahkan bahwa dipilihnya judul pertunjukan “Tombak Wolu Ing Pesarean (Delapan Tombak di Pemakaman -red)”  selain dikarenakan kajian yang kurang serta keberlangsungan upacara adat tersebut, juga berdasarkan keterkaitan sejarah dari Kampung Dongkelan sendiri. Sehingga dirasa sangat pas untuk ditampilkan.

“Konsep ini sebenarnya merupakan tindak lanjut riset yang dulu pernah saya lakukan bersama mas Azriel dan mas Ndaru di tahun 2013 sewaktu mengikuti Sekolah Partisipatif yang diselenggarakan oleh Rumah Suluh dan Pemdes Panggungharjo. Dulu kami mencari tahu siapa itu Mbah Dongkel. Nah ini momen yang pas saya kira.” ujar Aji.

Di kesempatan yang berbeda, Fairuzul Mumtaz selaku Ketua Pengelola Desa Budaya Bumi Panggung menuturkan bahwa dipilihnya Pedukuhan Dongkelan sebagai wakil dari Desa Panggungharjo didasari beberapa alasan, yaitu belum terfasilitasinya event di tahun 2018, belum mendapat kesempatan mengikuti gelaran serupa serta terdapat banyak kekayaan budaya di pedukuhan tersebut yang bisa ditampilkan.

“Kami sebagai pengelola desa budaya harus adil dalam pengelolaan kebudayaan di Desa Panggungharjo ini. Yang lain kan sudah mendapatkan event di tahun yang sama, nah sekarang giliran Pedukuhan Dongkelan yang mendapatkan kesempatan.” tegas Fairuz.

Fairuz juga menerangkan, bahwa dalam pelaksanaannya warga Pedukuhan Dongkelan diberi keleluasaan untuk membuat konsep pertunjukan yang akan ditampilkan dalam event tersebut.

“Untuk konsep pertunjukan yang ditampilkan kami serahkan penuh kepada warga. Silakan mau dikonsep seperti apa.” ungkap Fairuz saat ditemui Tim PSID Panggungharjo, Selasa (23/10/2018).

Dalam pertunjukan yang mencampurkan kesenian teaterikal dan tari ini diikuti sekitar kurang lebih 70 warga Pedukuhan Dongkelan yang terdiri dari anak-anak hingga orang tua.

“Pertunjukan dari Desa Panggungharjo tadi menjadi menarik karena keterlibatan seluruh elemen masyarakat yang ada. Dari anak-anak, pemuda hingga orang tua semua terlibat.” tutur Rae Mariana Kalerado, salah satu pendamping desa budaya yang mendampingi Desa Panggungharjo. (van)

Tentang Fajar Irvan Rifai

learn from everyone

Baca Juga

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

X