Seni Budaya

Kembalinya Kegembiraan Masa Kecil

pada

Era teknologi, gadget jadi pilihan. Melupakan dolanan tradisional.

Yogyakarta (Viva) – Museum dan Kampung Dolanan
Mulai terlupakannya permainan tradisional di perkotaan, diharapkan tidak merembet ke daerah, yang notabene merupakan asal dolanan bocah itu. Meski di perkotaan, tak jarang juga ditemukan sejumlah permainan khas kota itu.

Di wilayah Yogyakarta dan sekitarnya misalnya. Warga masih cukup antusias untuk melestarikan permainan tradisional. Aktivitas mereka pun beragam, meski kadang tak berjalan mulus.

Sebut saja Museum Pendidikan dan Mainan Kolong Tangga yang berlokasi di Taman Budaya Yogyakarta, Jalan Sri Wedani No 1 Kota Yogyakarta.

“Memang kalau tidak hari libur pengunjungnya sepi. Ramai saat libur akhir pekan atau libur panjang anak sekolah,” kata Redy Kuswanto, public relations Museum Pendidikan dan Mainan Kolong Anak, Yogyakarta ditemui VIVA.co.id, Jumat 3 Maret 2017.

Museum yang berdiri sejak 2008 yang diinisiasi oleh Rudi Koren selaku pemilik itu bertujuan agar dolanan anak tetap lestari. Generasi muda pun tidak kehilangan jati diri karena tidak lagi mengenal budayanya.

Namun, sayangnya, misi mulia museum itu kini terancam. Kontrak museum itu telah habis dan pengelola Taman Budaya Yogyakarta enggan memperpanjang.

“Ya, sebenarnya kami tinggal menunggu diusir saja karena kontrak habis tahun 2011 dan tidak bisa diperpanjang,”ucap Redy.

“Dari keliling ke luar negeri, Pak Rudi mempunyai koleksi hingga 300 mainan anak dan hingga 2016 ada 18 ribu mainan anak. Para duta besar dari negara sahabat juga sering membawakan atau menghibahkan mainan tradisional dari negaranya,” ungkapnya.

Sepinya pengunjung museum, kata Redy, juga sejalan dengan semakin sulitnya menemukan dolanan anak yang dijual oleh perajin, akibat serbuan mainan anak dari plastik impor dari China. Belum lagi maraknya penggunaan gadget untuk main game di kalangan anak-anak.

“Pembuat dolanan anak sudah hampir punah, karena tidak bisa untuk hidup. Orangtua yang mau praktis memilih mainan plastik dengan harga murah dan lebih menarik,” katanya.

Keinginan untuk melestarikan permainan tradisional sebenarnya bukan hanya sampai di situ. Upaya untuk audiensi dengan Dinas Pendidikan terkait kurikulum yang mengadopsi pembelajaran dolanan anak juga jadi agenda. Meskipun hingga saat ini upaya audiensi itu belum terealisasi.

Upaya memperkenalkan permainan tradisional di Yogyakarta sebenarnya tidak hanya lewat museum. Dusun Pandes, Desa Panggungharjo, Kecamatan Sewon, Kabupaten Bantul, Yogyakarta, bahkan dijadikan kampung wisata dolanan anak.

Dusun Pandes yang terletak di Jalan Parangtritis Km 5 atau sekitar 25 menit perjalanan dari pusat kota Yogyakarta itu, secara kasat mata tak beda dengan dusun lainnya di Yogyakarta.

Namun, begitu masuk Dusun yang terletak di utara Kampus ISI Yogyakarta, tanda-tanda kampung wisata dolanan anak sudah mulai terlihat. Banyak petunjuk jalan yang akan mengantarkan para wisatawan untuk menuju sanggar sekaligus tempat Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) yang memberikan pelajaran dolanan anak.

Tidak hanya itu, warga juga memproduksi dolanan anak atau permainan tradisional.

Wahyudi Anggora Hadi, tokoh masyarakat yang memelopori Dusun Pandes menjadi kampung wisata dolanan anak, mengatakan, keberadaan kampung itu tak lepas dari sejarah nenek moyang warga Pandes yang merupakan perajin dolanan anak atau permainan tradisional.

“Saya tanya kepada simbah-simbah, kenapa mereka bisa membuat dolanan anak, karena keahlian turun-temurun,” kata Wahyudi ditemui di Balai Desa Panggungharjo, Kamis 2 Maret 2017.

Pada 1990-an seiring dengan mulai masuknya permainan dari China yang murah dan menarik, dolanan tradisional mulai ditinggalkan oleh masyarakat. Perajin dolanan anak pun berkurang drastis di Dusun Pandes.

“Atas dasar sejarah itu, saya bersama generasi muda mencoba menghidupkan kembali dolanan anak atau permainan tradisional yang kaya dengan makna tersebut,” tuturnya.

Pada 1999, muncul komunitas Pojok Budaya yang secara resmi diluncurkan pada 2007, satu tahun usai gempa bumi 2006 yang meluluhlantakkan Bantul. Dalam kondisi bencana itu sangat mudah untuk membangkitkan masyarakat kembali melestarikan dolanan anak yang hampir punah.

“Dolanan anak kala itu juga sebagai media trauma healing bagi anak-anak,” kata Wahyudi yang juga kepala Desa Panggungharjo ini.

Sekar Mirah Satriani, penggiat kampung wisata dolanan anak Dusun Pandes lainnya mengatakan, meski komunitas Pojok Budaya resmi diluncurkan, mewujudkan kampung wisata dolanan anak tidaklah mudah. Karena perajin semakin sedikit dan anak-anak saat ini lebih suka main game di gadget mereka.

“Tantangan memang berat. Namun, berkat CSR dari bank swasta terbentuk sanggar sekaligus PAUD, bisa sebagai media untuk pembelajaran bagi anak usia dini tentang dolanan anak yang hampir punah,” ucap Sekar yang masih keponakan Wahyudi ini.

Mulai adanya PAUD dan wisata dengan minat khusus dolanan anak, menjadi harapan cerah bagi perajin dolanan anak yang mulai bergairah memproduksi dolanan anak seperti kitiran, payung, manukan, klunthungan, angkrek hingga wayang-wayangan.

“Minimal para perajin dolanan anak tidak lagi menjual produksinya ke pasar atau ke tempat-tempat karamaian, tapi memenuhi pesanan jika ada kegiatan outbond wisata minat khusus,” ungkapnya.

Atemo Wiyono (81) salah satu perajin dolanan anak di Dusun Pandes mengaku ramainya mainan tradisional sebelum tahun 1980, hasilnya bisa untuk memenuhi kebutuhan hidup.

“Kalau sekarang, memproduksi dolanan anak tak cukup untuk kebutuhan hidup. Usia saya juga sudah tua, mau jualan dolanan anak ke sekolah atau ke pasar juga sudah tak mampu,” ujarnya.

Meski tak seproduktif saat usia muda, Mbah Atemo ini hingga saat ini masih memproduksi dolanan anak mulai dari payung, angkrek, kluntungan, dan manukan.

Harga yang ditawarkan, kata Atemo, relatif murah. Satu buah payung atau angkrek dijual Rp 2.500. Biasanya dijual per paket Rp 25.000. “Sebenarnya biaya dengan harga tak sebanding. Namun ini untuk isi waktu senggang saja,” lanjut dia. (ren)

Sumber: Artikel tahun 2017 Sorot.news.viva.co.id

Tentang Erisca Meidy

God gives his hardest battles to his strongest soldiers :) Keajaiban adalah dengan percaya pada dirimu sendiri. Jika kamu dapat melakukannya, maka kamu dapat membuat segala sesuatunya terjadi.

Baca Juga

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

X