Hari Jadi Desa

Kawasan Budaya Karangkitri sebagai Destinasi Wisata

Oleh

pada

Bagaimana mewujudkan kawasan budaya karangkitri sebagai destinasi wisata budaya baru?

Adalah Desa (Kalurahan) Panggungharjo yang terletak di perbatasan Kota Yogyakarta dan Kabupaten Bantul. Dengan karakteristik warga desanya yang mirip dengan warga perkotaan tetapi Pemerintah Desa dan warga Desa Panggunggahrjo masih memegang teguh prinsip-prinsip sosial budaya Jawa. Dalam benak  mereka,  Jawa merupakan sebuah entitas keseimbangan yang patut dan harus dilaksanakan oleh semua orang di dalamnya tanpa terkecuali, melalui setiap tindakan, pikiran dan rasa yang harus di dasari pada tata nilai yang sudah ada dari zaman dahulu hingga zaman sekarang. Orang Jawa meyakini bahwa tata nilai tertinggi dari zaman dahulu hingga zaman sekarang adalah agama dan budaya.

Di bawah Kepemimpinan Wahyudi Anggoro Hadi, Lurah Panggungharjo semua warga bangsa (tidak hanya warga Panggungharjo) diajak berselancar untuk menemu kenali kembali konsep Budaya Jawa (menuju) menjadi pusat peradaban pasca peradaban modern yang semula begitu sombongnya namun rapuh di dalamnya ketika Virus Covid-19 yang berasal dari alam menyerang tubuh manusia. Belajar dari pengetahuan ketahanan pangan lokal desa yang pernah diajarkan oleh para nenek moyang kita, yang berasal dari desa adalah upaya kongkrit untuk kembali mengakar bagi orang Jawa.

Langkah strategis yang dilakukan oleh Wahyudi adalah dengan mengajak semua warga bangsa yang peduli dengan isu budaya lokal (Jawa), yang terdiri dari: masyarakat umum, akademisi, seniman, pemuka agama, petani, aparatur pemerintahan, tokoh-tokoh masyarakat dan pemerhati budaya untuk mendiskusikan tema-tema yang sistematis untuk memformulasikan pengetahuan-pengaetahuan lokal desa khususnya terkait Kebudayaan Jawa dan Nusantara guna pengembangan Kawasan Karangkitri. Menurut Wahyudi, Balai Budaya adalah ruang yang diharapkan akan menjadi salah satu titik mula kembalinya kebudayaan sebagai pijakan dan strategi dalam membangun ruang hidup yang layak, patut dan bermartabat bagi semua warga bangsa. Desa adalah ibu bumi, tempat dimana kebudayaan dijadikan sebagai basis nilai yang mengatur relasi antara manusia dengan manusia, manusia dengan alam maupun manusia dengan pencipta-Nya.

Relasi manusia dengan manusia, kebudayaan membungkusnya dalam unggah-ungguh/tata krama. Etika yang kemudian diekspresikan oleh kebudayaan dalam wujud bahasa ibu, dimana makna kata dan kalimat disimpan dalam aksara. Relasi manusia dengan alam, kebudayaan membungkusnya dalam budaya karangkitri sebagai bentuk penghormatan atas tanah, air dan udara yang telah membangun jasad dengan ragam aneka bahan pangan yang tersimpan dalam tanaman dan tumbuhan yang ada dipekarangan, sehingga pekarangan menjadi basis kedaulatan pangan dimana karbohidrat tersimpan dalam umbi umbian, mineral tersimpan dalam sayuran, vitamin tersimpan dalam buah buahan, protein tersimpan dalam kacang kacangan dan hewan piaraan, serta bahan pengobatan tersimpan dalam daun, batang, akar dan rimpang.  Karangkitri mensejarahkan tata kala sentuhan tangan dan kasih sayang ibu atas bahan pangan sejak di pekarangan sampai dengan ke meja makan, yang menjadikan kita tidak berjarak dengan apa yang kita makan.

Panggungharjo, adalah salah satu penanda awal sejarah dan kebudayaan Yogyakarta, tempat di mana titik mula sumbu filosofis yang menghubungkan panggung krapyak, kraton dan tugu pal putih berada. Rahim sebagai tempat pertautan manusia dengan penciptanya, disimbolkan oleh bangunan Yoni berupa panggung krapyak yang saat ini telah tumbuh menjadi kawasan dimana agama dan kebudayaan saling bertaut dan berkelindan. Kampoeng mataraman, tempat dimana Kongres Kebudayaan Desa diselenggarakan, menjadi titik mula Tatanan Indonesia Baru diperjuangkan. Kampoeng Mataraman menjadi tempat pawiyatan dimana aksara yang disimpan dalam bahasa ibu dimaknai ulang dan dijadikan sebagai tempat lahirnya kembali pengetahuan.

Dan Kawasan Budaya Karangkitri, akan menjadi ruang yang menegaskan hubungan manusia dengan air, tanah dan udara yang tersimpan didalam tanaman pangan yang tergelar di pekarangan. Tempat dimanan tangan tangan trampil ibu menyimpan kedaulatan pangan.  Panggung Krapyak, Kampoeng Mataraman dan Kawasan Budaya Karangkitri adalah poros kebudayaan desa yang transenden, satu sistem makna yang merekam relasi antara alam, manusia dan Sang Pencipta, yang kemudian jejaknya tampak dalam simbol, lisan maupun tulisan yang kesemuanya merujuk pada sosok ibu; rahim ibu, bahasa ibu dan ruang kebudayaan Ibu.

Diskusi tematik yang telah dilaksanakan setiap 35 hari sekali (selapan) dibungkus dengan apik dengan nama Jagongan Selapanan dengan setting tempat di Kawasan Balai Budaya Karangkitri, dan di 5 Padukuhan pilihan yaitu Padukuhan Krapyak Kulon, Padukuhan Jaranan, Padukuhan Sawit, Padukuhan Geneng dan Padukuhan Dongkelan serta di akhiri di Kawasan Balai Budaya Karangkitri bersamaan dengan perhelatan Hari Jadi Panggungharjo ke-76 sekaligus launching Kawasan Karangkitri. Adapun 10 tema Jagongan Selapanan yang sudah didiskusikan adalah sebagai berikut: Arsitektur Jawa: Melihat Ulang Tata Ruang yang Selaras dengan Alam Hidup Orang Jawa; Pengetahuan Orang Jawa Tentang Tanaman-tanaman Lokal, Sistem Pertanian dan Cara Hidup Menghadapi Pageblug; Konsep Keluarga dan Perempuan Jawa: Representasi Perempuan Jawa dalam Ranah Domestik dan Publik; Rentang Hidup Manusia Jawa: Konsep Kehidupan dan Filosofi Manusia Jawa dari Lahir (Mijil) sampai Mati (Pocung); Merawat Kehidupan dan Mendidik dengan Sistem Among bagi Anak-anak di Keluarga Jawa; Jawa Nggone Roso: Kebahagiaan dalam Diri Orang Jawa; Budaya Karangkitri: Peluang Ekonomi tanpa Merusak Ekologis; Tanaman dan Hewan Endemik: Apa yang Bisa Dilakukan untuk Memulihkan Alam; Merawat Ibu Bumi: Formulasi Pengetahuan dari Alam dan Pengetahuan Masyarakat Jawa untuk Dunia; Karangkitri: Menyiapkan Wisata Berbasis Budaya Yogyakarta.

Semoga dengan dilaunchingnya Kawasan Budaya  Karangkitri menjadikan Desa (Kalurahan) Panggungharjo sebagai desa min haitsu laa yahtasib, menjadi destinasi wisata berbasis budaya baru di Daerah Istimewa Yogyakarta, sebagaimana yang dikatakan oleh Mbah (Cak) Nun dalam acara launching tersebut bertepatan dengan Hari Jadi Panggungharjo ke-76.

Kebudayaan Desa yang Transenden Adalah Kebudayaan Ibu Bumi

 Balai Budaya ini, merupakan pusat dari satu kawasan budaya karangkitri yang direncanakan akan terhampar di tanah desa seluas lebih kurang 4 Ha. Kawasan budaya karangkitri ini terbagi dalam ruang spasial yang didasarkan pada penataan ruang hidup dipedesaan. Pomahan sebagai ruang bermukim, plataran lan kebonan sebagai ruang sosial dan kebudayaan, sengkeran lan pamujan sebagai ruang konservasi, preservasi dan restorasi ekosistem dan budaya dan pawuhan lan pangonan sebagai ruang penyimpanan dan ruang pemulihan. Kawasan Budaya Karangkitri adalah ruang kolaborasi bagi keempat pilar desa mandiri budaya yang menjadikan gotong royong sebagai basis dan pijakan gerakan, dimana relasi sosial dibangun atas dasar nilai kekeluargaan, relasi ekonomi dibangun atas dasar nilai kerjasama, solidaritas dan ekonomi berbagi dan relasi politik dibangun atas dasar nilai musyawarah.

Tentang Junaedi

Penulis esai. Penulis Buku Cuitan Wong Ndeso. Bekerja sebagai staf PSID, yang membawahi PCL.

Baca Juga

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

X